Anggie Ariesta
, Jurnalis-Jum'at, 18 April 2025 |16:55 WIB
AS Soroti QRIS dan GPN Indonesia. (Foto: Okezone.com/Freepik)
JAKARTA - Isu penggunaan sistem pembayaran di Indonesia seperti QRIS (Quick Response Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) menjadi salah satu sorotan dalam negosiasi tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Pemerintah AS menilai kebijakan memberi keunggulan bagi pelaku usaha dalam negeri dan membatasi ruang gerak perusahaan asing, termasuk dari AS.
1. AS Soroti QRIS dan GPN
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari pihak AS.
“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (18/4/2025).
Isu sistem pembayaran ini mencuat setelah muncul dalam konteks negosiasi tarif yang dipicu oleh kebijakan era Presiden AS Donald Trump, di mana AS melihat keberadaan QRIS dan GPN sebagai bentuk hambatan non-tarif yang dianggap merugikan pelaku usaha Amerika.
2. QRIS dan GPN
Pemerintah Indonesia sendiri menilai QRIS dan GPN sebagai langkah strategis untuk mendorong inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran nasional. Kedua sistem ini memungkinkan integrasi dan efisiensi transaksi digital di Indonesia.
Di sisi lain, Airlangga menyampaikan bahwa pembahasan dengan AS juga menyentuh sejumlah kebijakan ekonomi dan sektor strategis lainnya.
“Terkait dengan paket ekonomi, nah ini sedang dalam pembahasan dan salah satunya tentu yang terkait dengan perizinan impor, terkait dengan API, OSS, layanan perpajakan dan kepabeanan, kemudian juga terkait dengan pengaturan kuota dan juga termasuk di dalamnya sektor keuangan,” jelasnya.