Jakarta, CNN Indonesia --
Militer Amerika Serikat menyerang tiga lokasi nuklir Iran, pada Sabtu malam (21/6).
Ketiga lokasi fasilitas nuklir itu berada di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dilansir dari Reuters, Presiden Donald Trump menyebut militer AS menyerang tiga situs nuklir Iran tersebut dalam serangan yang disebutnya "sangat sukses" itu. Pesawat pembom B-2 Amerika digunakan dalam operasi akhir pekan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kabar terbaru mengemuka dari Iran yang menyebutkan bahwa tidak ada kontaminasi radiasi radio aktif. Bahkan, ledakan dari pesawat pengebom AS disebutnya dangkal.
Tapi apakah benar tudingan AS dan Israel bahwa Iran punya nuklir untuk militer?
Situs yang banyak membahas kebijakan luar negeri Council on Foreign Relation, cfr.org menyebutkan bahwa Iran belum memiliki senjata nuklir.
Namun, Teheran memiliki sejarah panjang dalam melakukan penelitian senjata nuklir secara rahasia.
Analis Barat mengatakan negara tersebut memiliki pengetahuan dan infrastruktur untuk memproduksi senjata nuklir dalam waktu yang cukup singkat jika para pemimpinnya memutuskan untuk melakukannya.
"Amerika Serikat, Israel, dan mitra Timur Tengah lainnya menganggap Iran sebagai ancaman utama terhadap kepentingan mereka di kawasan tersebut, dan memandang potensi perolehan senjata nuklir sebagai skenario yang mengubah permainan yang harus dicegah dengan tegas, dengan kekerasan jika perlu," demikian situs itu menjelaskan.
Namun, disebutkan pula bahwa Iran sudah lama memiliki program energi nuklir sipil selama lebih dari lima puluh tahun.
"Iran telah berulang kali mengatakan bahwa program nuklirnya hanya melayani tujuan damai. Senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam doktrin nuklir kami," kata seorang juru bicara pemerintah pada bulan April 2024.
Serangan Bertubi
Pada Oktober 2024, Israel melancarkan serangan langsung terbesarnya terhadap Iran, yang menargetkan pertahanan udara dan fasilitas produksi rudalnya.
Beberapa laporan media AS dan Israel mengindikasikan bahwa Israel juga menghancurkan sebuah bangunan di kompleks militer Parchin di luar Teheran, tempat para ilmuwan kemungkinan melakukan penelitian rahasia terkait senjata nuklir.
Serangan udara tersebut merupakan balasan atas serangan balistik besar-besaran Iran terhadap Israel di awal bulan.
Kemudian, pada Februari 2025, intelijen AS menyimpulkan bahwa Israel sedang mempertimbangkan untuk menyerang fasilitas nuklir Iran tahun ini.
Tak lama kemudian, janji itu ditunaikan Iran pada Juni ini dengan meluncurkan Operasi Rising Lion yang menargetkan infrastruktur nuklir dan militer penting di seluruh Iran, Fordow, Natanz dan Isfahan.
Berikut Jejak Iran Memiliki Program Nuklir
Iran disebut memiliki program nuklir untuk tujuan damai.
Pada 1958, Iran bergabung dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Lalu 1967 AS memberikan Iran reaktor penelitian sebagai bagian dari program "Atom untuk Perdamaian"
1970: Iran meratifikasi Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir
1979: Revolusi Iran dipimpin Ayatullah Khomeini membawa negeri ini bermusuhan dengan AS dan Israel.
2002: Fasilitas nuklir rahasia Iran ditemukan di dekat kota Natanz dan Arak
2003: Pemimpin tertinggi Iran mengeluarkan fatwa yang melarang pengembangan senjata nuklir
2006: IAEA merujuk Iran ke PBB karena ketidakpatuhan; Iran memperkaya uranium untuk pertama kalinya; Dewan Keamanan PBB (DK PBB) memberlakukan sanksi nuklir pertama terhadap Iran
2009: Fasilitas nuklir rahasia Iran ditemukan di Fordow, dekat kota Qom
2010: DK PBB memperluas sanksi terhadap Iran, termasuk larangan rudal balistik berkemampuan nuklir
2013: Iran dan negara-negara adikuasa (P5+1) menyetujui rencana awal untuk membatasi program nuklir Iran
2015: Perjanjian nuklir Iran diadopsi
2016: IAEA memverifikasi Iran memenuhi komitmen nuklirnya, memicu pencabutan sanksi
2018: AS menarik diri dari perjanjian nuklir Iran; Iran tetap mematuhinya
2019: Iran menyatakan tidak akan lagi mematuhi pembatasan perjanjian tersebut
2020: Iran mengungkapkan program luar angkasa yang dijalankan oleh militernya
2021: Pembicaraan multilateral terus berlanjut mengenai potensi pemulihan kesepakatan nuklir Iran
2022: Pembicaraan mengenai pemulihan kesepakatan terhenti karena Iran terus memajukan program nuklirnya
2025: Presiden Trump dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan rencana perundingan bilateral baru mengenai program nuklir Iran. Namun sehari sebelum perundingan, Israel menggempur Iran.
(imf/bac)