Jakarta, CNN Indonesia --
Pengusaha yang tergabung dalam ASEAN Trade, Tourism, and Economics Council (ATTEC) meminta pemerintah gerak cepat melakukan 'bedol pabrik' dari luar negeri demi menghadapi perang dagang yang dikobarkan Presiden AS Donald Trump.
Ketua Umum ATTEC Budihardjo Iduansjah mendorong pemerintah, termasuk melalui Menteri Perdagangan Budi Santoso membuat kebijakan yang memuluskan peluang relokasi investasi ini. Pengusaha juga berharap nantinya ada kolaborasi dengan 'wong cilik'.
"Bahasanya apa ya, 'bedol pabrik' gitu ya. Jadi, bagaimana pabrik dari luar negeri dibawa ke Indonesia untuk diproduksi barangnya, joint venture dengan usaha industri kecil menengah kita atau UMKM," katanya dalam Indonesia Investment Summit 2025 di PIK, Jakarta Utara, Selasa (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya hari ini hadir Syno Capital Singapore, membawa 100 orang (investor). Saya juga lihat ada (investor) dari China, Hong Kong, Singapura, Malaysia, ini merupakan posisi Indonesia sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia," tegas Budi.
Dunia saat ini memang tengah diselimuti perang dagang atau perang tarif. Genderang perang ditabuh ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal untuk 60 negara pada Rabu (2/4).
Salah satu korban tarif Trump yang melawan adalah China. Kini, dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia itu terus berbalas tarif dan belum menunjukkan kata sepakat dalam penyelesaian masalahnya.
ATTEC melihat bahwa momen ini mempercepat relokasi industri ke kawasan yang lebih menjanjikan, salah satunya Indonesia. Budi menekankan Indonesia punya kekayaan sumber daya alam, stabilitas politik, sampai komitmen terhadap keberlanjutan.
"Kita sedang menyusun ulang peta ekonomi Asia. Indonesia akan menjadi poros, bukan pelengkap. Melalui forum ini, kita ingin menarik investasi yang bertanggung jawab. investasi yang membawa dampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan masa depan kita bersama," tegasnya.
Di lain sisi, pria yang juga menjabat sebagai ketum Himpunan Peritel dan Penyewa Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mendukung upaya pemerintah membebaskan impor tanpa batasan. Budi menilai masalah kuota impor itu turut berimbas pada daya beli masyarakat selama ini.
Ia melihat daya beli terpengaruh dari kenyamanan dan kepercayaan orang untuk belanja di tanah air. Sedangkan kondisi di lapangan menurutnya justru banyak pihak menahan pengeluaran karena sederet ketakutan di tengah kondisi ekonomi sekarang ini.
"Besok dia tetap ada order kalau pengusaha kan, besok ada pre order (PO) masuk, dia akan tetap spend (belanja). Masalahnya, PO-nya besok gak ada, (akhirnya) ngerem belanja. Intinya ngeremnya ini yang salah," ungkap Budi selepas acara.
"Kenapa ngerem (belanja)? Banyak kebijakan yang seharusnya dilepas, direm (oleh pemerintah), ini gak boleh itu gak boleh. Harusnya dilepas itu kemudahan berusaha. Mau impor kalau tokonya jelas, bayar pajak, ya kasih saja. Ini mau impor, dikasih kuota. Jadi, orang dagang ada duit, mau beli barang, gak bisa beli," tambahnya.
(skt/agt)