Arief Setyadi
, Jurnalis-Rabu, 16 April 2025 |22:09 WIB
Komisi Yudisial (Foto: Dok)
JAKARTA – Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebutkan salah satu fungsi utama Komisi Yudisial (KY) adalah menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim. Dalam proses tersebut, KY tentu harus menelusuri secara mendalam kronologi dan konteks terjadinya pelanggaran, termasuk saat mengadili suatu perkara.
"KY (memang, red) menyidik soal pelanggaran etika hakim, tetapi tidak mustahil juga menyelidiki kasus korupsinya," kata Abdul Fickar dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
Saat ini, KY tengah menurunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh sejumlah hakim dalam perkara ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO), yang putusannya menuai kontroversi karena menjatuhkan vonis lepas.
Menurut Fickar, jika dalam proses investigasi ditemukan kejanggalan yang mengarah pada tindak pidana korupsi, KY memiliki kewenangan untuk meneruskan temuannya kepada aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung.
"Jika dalam pemeriksaan ada kasus korupsinya, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan," imbuhnya.
Kejaksaan Agung sebelumnya mengonfirmasi adanya keterkaitan antara kasus suap dalam vonis lepas perkara CPO dengan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan bahwa pola serupa juga ditemukan dalam kasus lain, yakni perkara suap terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di PN Surabaya.
Zarof Ricar diduga menjadi perantara atau makelar kasus yang menghubungkan pihak pemberi suap dengan hakim, agar terdakwa divonis bebas. Dalam kasus Ronald Tannur, vonis bebas tersebut berkaitan dengan kematian Dini Sera Afrianti.
Dari hasil penggeledahan di kediaman Zarof, penyidik Kejagung menemukan berbagai barang bukti gratifikasi, termasuk uang tunai dalam jumlah besar yang diperkirakan melebihi Rp1 triliun.