Mengimajinasikan Indonesia

6 hours ago 2

Mengimajinasikan Indonesia

Agus Taufiq Politisi Muda & Inisiator @KebijakanKita/Foto: Istimewa

SISTEM demokrasi yang telah kita sepakati menjadi kendaraan menuju kesejahteraan, sebagaimana cita-cita kemerdekaan, ternyata masih jauh dari harapan. Partai politik tumbuh subur, namun belum mampu menyerap kegelisahan masyarakat.

Partai politik hari ini kekurangan gagasan dan narasi, miskin imajinasi tentang Indonesia impian yang ingin diciptakan. Elit politik fokus membahas pembagian kue anggaran dan proyek untuk dibancak. Tiap lima tahun akan berebut nomor urut berapa, dapil mana, dan sibuk menghitung berapa biaya politiknya.

Seringkali partai politik hanya dijadikan oleh elit sebagai kendaraan untuk mencapai tangga kekuasaan. Edukasi politik kepada masyarakat tentang gagasan apa yang mau dibawa, nilai apa yang diperjuangkan, atau narasi tentang Indonesia seperti apa yang mau dicapai bersama rasanya jauh dari bahasan para elit bersama masyarakat. Kebanyakan tak mengakar, atau mengakar pun sifatnya transaksional.

Untuk itulah, kita butuh banyak orang muda yang mau terjun untuk membenahi fungsi partai politik yang macet dan aus tersebut.

Mengapa harus orang muda? Karena Soekarno terbaik adalah Soekarno muda. Saat ia menggagas Algemeene Studie Club, sebuah organisasi belajar mahasiswa yang kemudian hari berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).

Mendapat simpati rakyat karena mewakili kegelisahan masyarakat, PNI justru dicap sebagai partai terlarang. Belanda menangkap Soekarno dan menjebloskan ke Penjara Banceuy untuk diadili di Gedung Landraad dengan tuduhan makar.

Di gedung inilah Soekarno muda dengan gagah perkasa membacakan pledoi fenomenal berjudul "Indonesia Menggugat". Dari pledoi ini nama Soekarno justru mendunia, meski membuatnya harus mendekam di Penjara Sukamiskin. Kelak karena pengaruhnya semakin besar, Soekarno dibuang ke Ende, Flores. Tapi justru disanalah Soekarno muda mendapatkan ide cemerlang tentang dasar negara: Pancasila.

Mengapa harus orang muda? Karena Soeharto terbaik adalah Soeharto muda. Saat ia menstabilkan kondisi sosial politik dan keamanan ditengah krisis, lalu membangkitkan Indonesia dari keterpurukan ekonomi di masa orde lama, mencapai swasembada pangan, sembako yang terjangkau, nilai tukar rupiah yang kuat, pembangunan infrastruktur yang masif, hingga program transmigrasi untuk pemerataan pembangunan yang menjadi legacy kepemimpinan Soeharto.

Tak seperti saat muda, di masa tuanya, banyak para pemimpin bangsa yang seringkali mulai kehilangan kendali atas dirinya dan keputusan politiknya. Ada yang ingin menjadikan diri sebagai presiden seumur hidup, melindungi bisnis keluarga, maupun menjaga kekuasaannya dengan segala cara. Rekan seperjuangan yang berbeda pandangan disingkirkan, dijebloskan ke penjara, hingga diberi cap radikal dalam catatan sejarah.

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |