Menjaga Demokrasi di Era Digital

5 days ago 13

DALAM era digital ini, media sosial merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, baik itu di bidang ekonomi, politik, maupun di bidang lainnya. Platform seperti Instagram, Twitter, Facebook, Youtube, dan TikTok memberikan akses kepada penggunanya untuk lebih mudah berinteraksi dalam berbagi informasi.

Media sosial juga menjadi wadah untuk mengekspresikan diri, edukasi, berjualan, hingga menjadi tempat penyampaian pandangan politik. Perkembangan ini telah mengubah cara individu berkomunikasi serta menambah partisipasi masyarakat dalam isu-isu politik dan sosial, yang pada akhirnya berdampak pada proses demokrasi di berbagai negara.

Menurut Castells (2009) dalam buku Communication Power, media digital memberikan individu kekuatan baru untuk membentuk dan menyebarkan narasi mereka sendiri, suatu kemampuan yang sebelumnya hanya dikuasai oleh elite media atau pemerintah. Lewat media sosial, informasi dapat disebar dan diakses tanpa melalui filter media konvensional sehingga memungkinkan masyarakat untuk memantau serta mengkritik segala kebijakan pemerintah secara langsung.

Selain itu, media sosial yang mampu untuk menyebarkan informasi secara cepat telah membuka kesempatan bagi gerakan sosial yang oleh partisipasi luas, secara organik, dan tanpa adanya batasan geografis. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mampu memperluas ruang untuk aksi kolektif serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam bentuk yang fleksibel dan terdesentralisasi.

Meski media sosial memiliki peran penting dalam meningkatkan keterbukaan, partisipasi, dan transparansi yang merupakan tiga elemen kunci dalam demokrasi; platform ini juga menimbulkan tantangan baru. Morozov (2011) dalam The Net Delusion, menyampaikan bahwa media sosial memiliki potensi untuk menyesatkan masyarakat melalui penyebaran informasi palsu atau bentuk-bentuk propaganda yang sengaja dibuat untuk mempengaruhi persepsi publik.

Demokrasi dan Akses Informasi

Demokrasi berlandaskan pada prinsip-prinsip seperti kebebasan berpendapat, keterlibatan publik, dan transparansi. Dalam buku On Democracy (1998), Dahl menjelaskan bahwa demokrasi modern menekankan pentingnya akses terhadap informasi serta partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, media memiliki peran sentral untuk memastikan publik memiliki akses informasi yang relevan, serta akses untuk bisa menyuarakan aspirasi mereka.

Kini, peran tersebut semakin berkembang dengan hadirnya media sosial sebagai wadah masyarakat untuk berpartisipasi. Media sosial merupakan platform komunikasi digital yang memungkinkan individu untuk berinteraksi, berbagi, dan memperoleh informasi secara langsung. Dalam perspektif teori komunikasi, Castells (2009) menyampaikan dalam bukunya Communication Power bahwa media sosial membuka ruang bagi individu untuk membentuk dan menyebarkan narasi mereka sendiri, tanpa adanya pengaruh dari media tradisional ataupun kontrol pemerintah.

Boyd & Ellison (2007) menjelaskan bahwa media sosial memiliki karakteristik salah satunya kemampuan jaringan dan konektivitas. Hal ini memungkinkan penyebaran informasi terjadi secara cepat dan luas, sehingga relevan untuk meningkatkan keterlibatan politik dan pengawasan publik dalam sistem demokrasi.

Dapat disimpulkan bahwa media sosial dalam sistem demokrasi memilki peran sebagai pengawas kekuasaan, mediator, serta fasilitator penyebaran informasi. Meskipun demikian, penting untuk diperhatikan bahwa informasi dari media sosial didasarkan pada data dan fakta sebagaimana validitas infomasi ini menjadi pertimbangan masyarakat dalam membuat keputusan politik.

Engagement Maximation

Media sosial memaksimalkan keuntungan dengan mendorong tingkat keterlibatan pengguna atau yang disebut sebagai engagement maximization. Algoritma di balik platform ini dirancang untuk mengikuti pola interaksi pengguna.

Bentuk sistem media sosial ini memunculkan tiga dampak utama: Pertama, amplified extrimism, yaitu efek yang memengaruhi pandangan ekstrem menjadi semakin kuat karena konten-konten kontroversial atau ekstrem menarik banyak perhatian. Algoritma media sosial dirancang untuk mempromosikan konten yang memicu reaksi emosional sebab jenis konten ini biasanya menghasilkan interaksi yang lebih tinggi.

Kedua, increased perception gaps, yaitu terjadinya perbedaan pandangan yang semakin besar di antara masyarakat mengenai fakta atau realitas tertentu. Fenomena ini terjadi karena masyarakat terpapar oleh informasi yang mendukung sudut pandang pribadi.

Ketiga, fertile ground for targeted disinformation around elections, yaitu kondisi saat algoritma memudahkan penyebaran disinformasi, khususnya pada periode pemilihan umum, untuk memengaruhi pandangan politik atau hasil suara. Dengan kemampuannya dalam mengumpulkan data pengguna secara masif, sistem media sosial ini dapat digunakan untuk kepentingan iklan hingga manipulasi konten. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk kampanye politic micro-targeting atau kampanye politik terarah yang secara spesifik menyasar pada kelemahan atau preferensi pengguna.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Mengatasi tantangan yang ditimbulkan media sosial dalam konteks demokrasi membutuhkan berbagai pendekatan. Beberapa metode bisa diambil untuk mengurangi dampak negatif media sosial terhadap demokrasi. Pertama, regulasi dan kebijakan. Kerja sama antara pemerintah dan platform media sosial diperlukan untuk merumuskan aturan yang efektif dalam menangani penyebaran informasi palsu di media sosial. Metode ini dapat berupa pengembangan algoritma yang dapat mendeteksi dan membatasi penyebaran informasi palsu, berita hoaks, propaganda, hingga ujaran kebencian.

Kedua, promosi diskusi terbuka. Pemerintah dapat menciptakan wadah bagi masyarakat dengan beragam pandangan untuk berdialog secara terbuka, yang membantu meredakan ketegangan dan mengurangi potensi terjadinya polarisasi politik. Ketiga, kampanye kesadaran publik. Pemerintah dapat mengadakan kampanye untuk mendorong masyarakat lebih kritis dalam menyaring informasi dan memilih sumber yang dapat dipercaya. Metode yang berbentuk edukasi ini dapat dilakukan melalui sekolah, pelatihan masyarakat, serta kampanye publik.

Keempat, fitur “jurnalistik” di media sosial. Pemerintah memberikan rekomendasi kepada platform media sosial untuk mengembangkan fitur penandaan konten berita dengan peringkat keandalan, yang didasarkan oleh sumber dan verifikasi fakta. Dengan metode ini, pengguna dapat memberikan ulasan mengenai keakuratan informasi yang ditemui. Kelima, sistem pelaporan anonim. Pemerintah menyediakan sistem pelaporan anonim, pengguna dapat melaporan konten yang mencurigakan atau berbahaya tanpa khawatir akan risiko pribadi.

Selanjutnya, sebagai individu kita dapat melakukan beberapa hal berikut, antara lain mencari informasi yang kredibel dan tepercaya, tidak hanya dari media sosial;  Terus terbuka pada berbagai sudut pandang yang berbeda; Melakukam diskusi politik secara langsung atau tatap muka, tidak hanya lewat internet, untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam; Mendukung media lokal, kenali kandidat setempat, serta ikut berpartisipasi dalam pemilu lokal; Mendukung media sosial yang aman, seperti mengurangi penyebaran informasi yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, serta tidak ikut menyebarkan propaganda atau ujaran kebencian di internet. *

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |