Jakarta, CNN Indonesia --
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tarif impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap impor dari Indonesia kini mencapai 47 persen. Semula tarif yang diberlakukan untuk Indonesia itu adalah 10-37 persen.
Hal itu disampaikan Airlangga usai bertemu dengan jajaran pemerintahan AS di bawah kepresidenan Trump pekan ini.
"Dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 [persen] ditambah 10 [persen], ataupun 37 [persen] ditambah 10," ujar Airlangga menyampaikan perkembangan hasil pertemuannya di AS sejauh ini melalui konferensi pers secara daring dari Negara Paman Sam, Jumat (18/4) atau Kamis (17/4) malam waktu setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga berada di AS dalam rangka negosiasi terkait ketentuan tarif impor yang diberlakukan Trump terhadap sejumlah negara di dunia, termasuk impor dari Indonesia. Airlangga didampingi Wamenkeu Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu.
Airlangga mengatakan penambahan tarif 10 persen itu menjadi perhatian betul pemerintah Indonesia karena akan menambah biaya ekspor ke AS jadi lebih tinggi.
"Jadi ini juga menjadi concern bagi Indonesia, karena dengan tambahan 10 persen ini ekspor kita biayanya lebih tinggi. Karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut," ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan dalam pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, mereka menyepakati untuk menyelesaikan perundingan terkait dalam waktu 60 hari ke depan.
"Nah hasil-hasil pertemuan tersebut akan dilanjuti dengan berbagai pertemuan bisa 1, 2, atau 3 putaran dan kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa dilanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat," kata dia.
Pada kesempatan itu, Airlangga juga telah menerangkan kepada pemerintahan AS bahwa Indonesia akan meningkatkan pembelian energi dari Negara Paman Sam tersebut.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melaporkan rencana tambahan impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 168,2 triliun, ke Presiden RI Prabowo Subianto saat rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (17/4).
"Salah satu strategi untuk kita membuat keseimbangan adalah kita membeli LPG, crude oil, dan BBM dari Amerika nilainya untuk bisa memberikan keseimbangan terhadap neraca perdagangan kita. Di atas US$ 10 miliar," kata Bahlil.
Indonesia akan menambah volume ekspor dari Amerika Serikat (AS) untuk menyeimbangkan neraca dagang kedua negara. Hal ini dilakukan dalam rangka negosiasi ke Amerika agar produk Indonesia tidak diberikan tarif impor selangit, saat ini Presiden Donald Trump menetapkan tarif hingga 32% untuk produk impor dari Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang per Februari 2025 mencatat perdagangan Indonesia dengan Amerika surplus hingga US$3,13 miliar. Sedangkan, sepanjang 2024 tercatat perdagangan RI ke AS surplus US$16,84 miliar.
Menurutnya, Indonesia tidak menambah volume impor secara keseluruhan, sehingga tidak akan membebani APBN. Yang saat ini dilakukan adalah hanya mengubah asal impor minyak dan gas.
Minyak dan gas yang awalnya didapatkan dari negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga Asia Tenggara kini dikurangi. Gantinya impor akan dilakukan langsung dari Amerika Serikat.
"Ini kita switch aja, kita pindah aja ke Amerika dan itu tidak membebani APBN dan juga tidak menambah kuota impor kita. Enggak ada sebenarnya. Switch aja, cuma dipindahin," beber Bahlil.
Bahlil menilai hal ini tidak akan menimbulkan masalah antara Indonesia dengan negara-negara awal pengekspor minyak dan gas. Sebab selama ini perdagangan yang dilakukan di Indonesia tidak mengikat satu sama lain. Semua dilakukan dengan asas perdagangan bebas.
"Ya ini kan persoalan dagang aja. Kita juga enggak ada sebuah keterikatan yang mewajibkan bahwa harus sama dengan yang sekarang. Biasa aja dagang," sebut Bahlil.
(kid)