PEMERINTAH Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) melalui Dinas Pariwisata menyiapkan roapmap pengembangan desa wisata selama lima tahun ke depan.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, dengan adanya roapmap ini, maka disiapkan pemetaan dan master plan desa wisata ke depan. Sehingga kehadiran desa wisata ini benar-benar bermanfaat untuk masyarakat.
“Kehadiran desa wisata diharapkan memberikan dampak positif. Bukan hanya bagi wisatawan tapi juga masyarakat. Dengan adanya keunggulan-unggulan desa wisata ini, memberikan dampak peningkatan ekonomi masyarakat, baik dari kuliner lokal, homestay dan paket living experience-nya,” terang Mahyeldi.
Jika wisatawan berkunjung ke desa wisata, akan disuguhkan potensi yang ada di desa. Baik itu alamnya, atraksi tampilan budaya dengan nilai-nilai local wisdom. Tentunya memiliki nilai-nilai keunikan dan daya tarik pada desa tersebut. “Dengan tertariknya wisatawan datang berkunjung, tentu berdampak positif untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Wakil Gubernur (Wagub) Audy Joinaldy mengatakan, saat ini ada 338 Desa Wisata Sumbar terdaftar di Jaringan Desa Wisata Kementerian Pariwisata. Pertumbuhan ini sejalan dengan program pembangunan inklusif yang dicanangkan selama ini. Disebut inklusif karena dalam konsepnya desa wisata dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa pada lembaga Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Dengan adanya roapmap desa wisata ini, ia meminta agar desa wisata di Sumbar terus berbenah untuk meningkatkan pengunjung, sekaligus memberikan sumber income baru bagi masyarakat. “Dengan pembenahan yang dilakukan supaya nanti juga bisa mengenerate income bagi masyarakat yang beraktivitas di desa wisata. Manfaatkan semua potensi yang ada. Dengan begitu desa wisata di Sumbar nanti bisa berkembang dengan pesat,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Luhur Budianda mengungkapkan, dari kunjungan wisatawan yang masuk ke Sumbar tidak seluruhnya masuk ke hotel berbintang. Wisatawan lebih banyak menginap di penginapan non bintang yakni homestay di desa wisata, karena lebih dekat ke destinasi. Dengan kondisi tersebut perlu dibuat roapmap pengembangan desa wisata
“Dari roapmap nanti, akan nampak program dan kegiatan apa yang diberikan untuk penguatan desa wisata. Inilah nanti yang “dikeroyok” seluruhnya. Juga akan ada berbagi kewenangan, baik itu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota,” terang Budi.
Kewenangan tersebut nantinya berdasarkan klasifikasi desa wisata. Yakni, ada desa wisata rintisan, desa wisata berkembang, desa wisata maju dan desa wisata mandiri. “Kalau masuk kategori desa wisata rintisan, maka kewenangannya di pemerintah kabupaten kota. Jika desa wisata itu sudah berkembang dan maju, maka kewenangan pemerintah provinsi melakukan penguatan dan pendampingan Jika desa wisata telah mandiri, maka sudah bisa dilepas,” terangnya.
Untuk menentukan klasifikasi desa tersebut menurut Budi, ada indikator masing-masing yang harus dipenuhi. “Dengan adanya indikator ini, dapat dilihat kalau desa wisata itu masuk klasifikasi rintisan, maka apa yang harus dipenuhi, berkembang dan maju apa yang dipenuhi,” terangnya.
Kabid Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Dinas Pariwisata Sumbar Doni Hendra, mengatakan, roapmap desa wisata ini menentukan lima tahun ke depan desa wisata di Sumbar ini mau jadi apa? Karena itu desa wisata di Sumbar harus siap.
Saat ini ada 338 desa wisata masuk jaringan desa wisata. Roapmap desa wisata dimulai dengan pendataan desa kembali, membagi klasifikasinya apakah masuk kategori desa wisata rintisan, berkembang maju dan mandiri? Setelah didata, ada juga klasifikasi potensi desa wisata tersebut. Tidak hanya andalkan keindahan alam saja. Ada juga desa wisata punya potensi budaya dan religi. Setelah adanya potensi ini, maka desa wisata ini dijual.
“Tim Pengembangan dan Pemberdayaan Desa Wisata (TP2 DEWI) Sumbar turun menyiapkan. Ada PHRI dan Asita di dalamnya. Karena jika pengunjung datang, apa sudah siap dengan pelayanan hotel dan penginapan, homestay-nya?” terangnya.
Melalui roapmap nanti, berbagai promosi dilaksanakan untuk menjual desa wisata ini. Akan ada Desa Wisata Fair, Travel Mark Desa Wisata. “Kita jual desa wisata ini di Sumbar atau daerah top origin seperti Pekanbaru. Desa wisata yang siap jual, kita promosikan, kita jual paketnya, Ini yang disiapkan lima tahun ke depan,” ujarnya.
Melalui roapmap desa wista nanti, ada pembagian kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota melalui klasifikasi desa wisata. “Tidak seluruhnya kerja pemerintah provinsi, ada pembagian kewenangannya. Pemerintah kabupaten kota membina desa wisata rintisan, setelah berkembang baru pemerintah provinsi beri pembinaan, pelatihan dan pendampingan,” terangnya.
Juga ada kerja sama dengan perguruan tinggi untuk menjadikan desa wisata itu jadi layak jual. “Setelah berkembang dan maju, desa wisata sudah mandiri, maka baru dilepas. Jadi tidak hanya bicara Desa Wisata Kubu Gadang yang telah dibina selama lima tahun. Harus ada generasi desa wisata lainnya melalui pembinaan pemerintah kabupaten kota, “terangnya.
Dengan adanya roapmap desa wisata ini, Doni berharap desa wisata naik kelas dan menjadi mandiri dalam proses lima tahun ke depan. “Pemerintah kabupaten kota mesti terlibat. Seperti, memperbaiki infrastrukturnya dan memperbaiki sarana dan prasarana. Tidak hanya bisa menjual destinasi saja,” terangnya.
Doni tidak memungkiri, banyak objek wisata di Sumbar milik pemerintah.Tapi dengan hadirnya desa wisata, kehidupan masyarakat di desa atau nagari lebih baik melalui pengembangan wisata oleh pokdarwis.
“Mereka bisa mandiri, bisa menghasilkan, tingkat pengangguran berkurang. Masyarakat bisa diberdayakan menjadi pemandu wisata, punya homestay, menjual kerajinan dan kuliner. Sehingga ekonomi masyarakat bergerak dan meningkat. Harus banyak pembenahan yang dilakukan dan juga banyak melibatkan berbagai pihak,” harapnya.
Ketua TP2 DEWI Sumbar, M. Zuhrizul mengatakan, dalam persiapan roapmap desa wisata ke depan perlu dilakukan sertifikasi dan standarisasi. “Terutama atraksi minat khusus. Kalau di laut ada sertifikasi selam, di gunung atau sungai ada sertifikasi untuk paralayang dan arung jeram. Termasuk sertifikasi guide di desa wisata,” terangnya.
Setelah disertifikasi, juga perlu standarisasi. Penginapan harus sudah standar dan layak. Kegiatannya sudah ada paket desa wisatanya. Ada paket wisata menginap sehari, dua hari, seminggu dan lainnya. “Jika ini sudah dilakukan baru beredar uang di desa wisata. Masyarakat bisa merasakan manfaat dengan uang beredar di desa itu,” terang Zuhrizul.
Kalau ada sarana dan prasarana homestay yang belum layak, seperti toiletnya, maka di sinilah peran wali nagari dan pemerindah daerah. “Melalui dukungan kerja sama dengan BUMDes bisa untuk memperbaiki sarana dan prasarana di desa wisata itu,” terangnya.
Zuhrizul menegaskan, desa wisata bukan objek wisata di desa. Tapi seluruh potensi di desa wisata itu menjadi daya tarik. Apapun yang dilakukan masyarakat di desa itu menjadi daya tarik. Termasuk kearifan lokal dan kehidupan masyarakat sehari-hari, seperti bertani, bercocok tanam.
Segmen pasar desa wisata ini orang kota yang ingin menikmati hidup di desa. Para pelajar dan mahasiswa yang ingin belajar di desa. “Mereka datang ke desa wisata ada edukasi di desa, belajar adat budaya kearifan lokal dan kegiatan kerajinannya seperti menenun dan sebagainya. Mereka berkunjung menginap sambil belajar,” terangnya.
Zuhrizul mencontohkan, Desa Wisata Terbaik Dunia yakni Wukirsari yang tidak punya objek wisata, tetapi orang yang datang bisa belajar membatik. Sehingga membawa kenangan pulang dari desa tersebut. “Untuk mewujudkan itu perlu komitmen perangkat desa atau nagari, baik itu Bamus Nagari, KAN, Alim Ulama Cadiak Pandai. Komitmen berupa membuat rambu-rambu pengunjung yang menginap apa yang boleh dan tidak boleh. Lalu dilakukan bimtek,” tegasnya.
Setelah ada sertifikasi dan standarisasi, maka perlu ada keberlanjutan. Untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada di desa wisata, perlu dilakukan konservasi. Sehingga dapat menjaga nilai adat, budaya lingkungan dan alamnya. Termasuk kearifan lokalnya. “Jika semua itu terjadi, maka desa wisata itu akan semakin mahal,” terangnya.
Penghargaan ADWI Tahun 2024
Tahun 2024 ini, Provinsi Sumbar meraih prestasi luar biasa pada ajang Apresiasi Desa Wisata (ADWI) tahun 2024 tingkat nasional yang digelar Minggu, 17 November 2024 lalu di Gedung Teather Tanah Airku Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.
Tiga desa wisata di Sumbar masuk 50 terbaik se-Indonesia. Desa Wisata Pesona Pagadih di Kabupaten Agam masuk 10 besar dari 10 terbaik kategori kelembagaan dan SDM. Prestasi juga diraih Nagari Ampiang Parak Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) yang meraih juara 3 dari 10 terbaik kategori resiliensi untuk Desa Wisata Ekowisata berbasis PRB. Desa Wisata Danau Diateh Alahan Panjang Kabupaten Solok juga berhasil juara 2 dari 10 terbaik kategori digitalisasi.
Mahyeldi bersyukur atas prestasi yang diraih desa wisata Sumbar pada ADWI tahun 2024. Menurutnya, itu bukti dari efektifnya pembinaan pariwisata di Sumbar.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung pengembangan desa wisata di Sumbar. Dengan keberhasilan itu, Mahyeldi berharap sektor pariwisata Sumbar lebih berkembang, baik dari segi kualitas maupun jumlah kunjungan.
ADWI 2024 hadir tidak hanya fokus pada sisi penghargaan, tetapi disertai pendampingan untuk penguatan tata kelola desa menuju desa wisata mandiri dan berkelanjutan.
Pada ADWI 2024 yang bertajuk “Desa Wisata menuju Pariwisata Hijau Berkelas Dunia” ini juga ada kampanye sadar pariwisata 5.0. Yakni, program membangun pola pikir masyarakat, agar menjadi pemeran aktif dan berpartisipasi mewujudkan iklim positif bagi tumbuh berkembangnya masyarakat di era society 5.0.
Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana mengatakan, tahun ini terdaftar 6.016 desa wisata dari 35 provinsi di Indonesia. Dengan tema Desa Wisata Hijau Berkelas Dunia dan Berdaya Saing Global, Widiyanti mendorong desa wisata bisa mandiri, berkelanjutan dan berdaya saing global.
Sebelumnya, tahun 2023, ada lima desa wisata Sumbar mendapatkan penghargaan ADWI. Yaitu, Desa Wisata Nyarai Kabupaten Padang Pariaman, Desa Wisata Lawang Kabupaten Agam, Desa Wisata Kubu Gadang Kota Padang Panjang, Desa Wisata Kampung Adat Sijunjung di Kabupaten Sijunjung, Desa wisata Muntei Kabupaten Kepulauan Mentawai. (**)