Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah Badan Otonom Nahdlatul Ulama (Banom NU) tingkat pusat meminta agar segera dilakukan musyawarah untuk menyelesaikan konflik di pucuk pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) soal posisi ketua umum.
Ketua Umum PP GP Ansor, Addin Jauharudin menyebut seruan tersebut merupakan sikap bersama Banom NU yang terdiri dari PP GP Ansor, PP Pagar Nusa, PB PMII, DPP Sarbumusi, PP IPNU, PP ISNU dan Idaroh Aliyah JATMAN.
"GP Ansor bersama seluruh badan otonom NU berdiri tegak memastikan bahwa setiap dinamika disikapi dengan kepala dingin, musyawarah yang jernih, serta adab organisasi yang luhur," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"NU terlalu besar untuk dibiarkan terbelah, dan terlalu penting bagi masa depan bangsa untuk diguncang oleh kegaduhan yang tidak perlu," imbuhnya.
Ia mengingatkan agar nilai-nilai dasar NU dijadikan sebagai fondasi dalam melewati situasi ini. Banom NU meminta agar seluruh pihak menjaga persatuan jam'iyyah, berlandaskan nilai tawasuth, tawazun, tasamuh, dan i'tidal demi kokohnya rumah besar Nahdlatul Ulama.
"Memohon kepada PBNU dan pemangku kepentingan agar segera melakukan musyawarah yang jernih, tenang, dan terbuka untuk menghasilkan keputusan terbaik bagi kemaslahatan jam'iyyah dan jama'ah," jelasnya.
Banom NU juga menyambut baik upaya silaturahmi serta dialog yang telah dilakukan sebagai ikhtiar menjaga ukhuwah dan keutuhan jam'iyyah. Mereka juga berharap agar kepemimpinan PBNU tetap dapat menjadi teladan.
Selain itu, mereka juga menginstruksikan seluruh Banom NU di setiap tingkatan untuk tetap fokus menjalankan program kerja serta memperkokoh khidmah kepada NU dan masyarakat.
Konflik di internal PBNU bermula dari beredarnya dokumen risalah rapat harian Syuriyah PBNU, 20 November 2025 lalu. Forum itu meminta Yahya Cholil Staquf mundur atau dicopot dari posisi Ketua Umum PBNU, dalam waktu tiga hari.
Dokumen itu ditandatangani Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Beberapa alasan pemakzulan itu antara lain, karena Yahya dianggap memiliki keterkaitan dengan jaringan zionisme internasional, serta dinilai telah melanggar tata kelola keuangan PBNU.
Beberapa hari setelahnya, Rabu (26/11), terbitlah surat edaran PBNU bercap tanda tangan elektronik Wakil Rais Aam Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir, Nomor: 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/202, yang menyebut Yahya sudah tidak lagi berstatus sebagai ketua umum.
Merespons hasil rapat jajaran Syuriyah serta surat itu, Gus Yahya pun melawan dan mengaku tidak akan mundur. Ia juga menyatakan surat itu tidak sah. Dia menegaskan dirinya masih berstatus sebagai Ketum PBNU.
Sejalan dengan itu, Gus Yahya mencopot Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, serta mencopot Gudfan Arif dari posisi Bendahara Umum PBNU.
Pencopotan Gus Ipul itu berdasarkan keputusan Rapat Harian Tanfidziyah yang digelar Jumat (28/11) di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta. Rapat dipimpin langsung Gus Yahya selaku Ketua Umum PBNU.
Berikutnya, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar akhirnya muncul di depan publik dan menyatakan Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
(tfq/pta)

3 hours ago
3

















































