Jakarta, CNN Indonesia --
Israel menyerang sekolah yang menampung banyak keluarga terlantar di Gaza utara pada Rabu (23/4). Tim medis mengungkapkan sedikitnya 10 orang tewas akibat serangan tersebut.
Petugas medis mengatakan serangan udara di Sekolah Yaffa di wilayah Tuffah, Kota Gaza membakar tenda dan ruang kelas. Belum ada komentar dari Israel tentang serangan sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa perabotan masih terbakar beberapa jam setelah serangan itu ketika orang-orang mencari barang-barang mereka di ruang kelas yang menghitam dan halaman sekolah.
"Kami sedang tidur dan tiba-tiba ada sesuatu yang meledak, kami mulai mencari dan menemukan seluruh sekolah terbakar, tenda-tenda di sana-sini terbakar, semuanya terbakar," kata saksi mata, Um Mohammed Al-Hwaiti.
"Orang-orang berteriak dan orang-orang membawa orang, (orang-orang) yang hangus, anak-anak yang hangus, dan berjalan sambil berkata: 'Ya Tuhan, Tuhan, kami tidak punya siapa-siapa selain Engkau.' Apa yang bisa kami katakan? Ya Tuhan, hanya Engkau," katanya kepada Reuters.
Tak hanya serang sekolah, militer Israel pada hari yang sama juga menghantam rumah sakit anak-anak.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan rudal Israel menghantam gedung atas Rumah Sakit Anak Durra di Kota Gaza, merusak unit perawatan intensif dan menghancurkan sistem panel surya yang memasok listrik ke fasilitas tersebut.
Banyak warga Palestina juga disebut masih terperangkap di bawah bangunan, karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka imbas pemboman terus berlangsung.
Serangan itu juga telah mengenai puluhan buldoser dan mesin yang digunakan untuk membersihkan jalan, membuang puing-puing, dan untuk melakukan operasi penyelamatan.
Sejak gencatan senjata Januari berakhir pada 18 Maret, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 1.600 warga Palestina, dan ratusan ribu orang mengungsi saat Israel merebut apa yang disebut zona penyangga tanah Gaza.
Israel juga memblokade semua barang yang masuk ke Gaza, termasuk bahan bakar dan listrik, sejak awal Maret.
Pada Rabu (23/4), menteri luar negeri Jerman, Prancis, dan Inggris bersama-sama meminta Israel mematuhi hukum internasional dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan ke Gaza.
Mereka juga mendesak agar gencatan senjata diberlakukan kembali. Selain itu, mereka juga meminta para sandera yang masih ditahan Hamas dibebaskan.
"Bantuan kemanusiaan tidak boleh digunakan sebagai alat politik dan wilayah Palestina tidak boleh dikurangi atau mengalami perubahan demografi," kata para menteri dalam sebuah pernyataan bersama.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Oren Marmorstein, menolak pernyataan tersebut. Ia mengklaim tidak ada kekurangan bantuan di Gaza.
Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan kesaksian dokter dan warga sipil mengatakan bahwa persediaan medis dan makanan menipis di Gaza.
(reuters/chri)