CNN Indonesia
Senin, 31 Mar 2025 18:50 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Junta militer tak mengizinkan jurnalis asing meliput Myanmar usai diguncang gempa dengan magnitudo 7,7.
Juru bicara junta militer Zaw Min Tun mengatakan situasi di Myanmar menjadi alasan jurnalis asing tak bisa masuk.
"Ini tak mungkin [bagi jurnalis asing] untuk datang, tinggal, dan menemukan tempat tinggal, atau beraktivitas di sekitar sini," kata Zaw dalam pernyataan resmi pada Minggu (20/3), dikutip Myanmar Now.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia lalu berujar, "Kami ingin semua orang memahami ini."
Zaw Min Tun menegaskan Myanmar sekarang membutuhkan layanan esensial seperti air, listrik, dan akomodasi.
Sejak junta mengkudeta pemerintah pada 2021, aktivitas media di Myanmar dalam bahaya.
Junta sangat membatasi akses, informasi, bahkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk warga sipil.
Setelah kudeta, junta juga menangkap hingga membunuh siapa saja termasuk jurnalis yang dianggap melawan kekuasaan mereka.
Laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) per Januari 2025 yang dikutip PBB mencatat korban tewas di tangan junta sebanyak 6.231. Dari jumlah ini, 1.144 di antaranya merupakan perempuan dan 709 anak-anak.
Pemblokiran terhadap jurnalis asing untuk meliput di Myanmar akan membuat skala bencana tak tergambar dan dunia tak mengetahui apa yang terjadi di sana.
Myanmar diguncang gempa dengan magnitudo 7,7 pada Jumat siang waktu setempat. Imbas bencana itu, sebanyak 1.700 orang meninggal dan 300 masih hilang.
Para pakar memprediksi angka kematian mencapai 10.000 karena banyak korban yang tertimbun di bawah reruntuhan.
(isa/isn)