Kejagung: Suap Vonis Ketua PN Jaksel Terendus dari Kasus Ronald Tannur

1 day ago 4

CNN Indonesia

Minggu, 13 Apr 2025 13:30 WIB

Kejagung menyebut kasus suap vonis lepas korupsi ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022 terungkap dari penyidikan kasus suap di PN Surabaya. Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4) (Foto: ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kasus suap vonis lepas korupsi persetujuan ekspor (PE) minyak mentah kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022 terungkap dari penyidikan kasus suap di PN Surabaya.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut mulanya penyidik melakukan penggeledahan di lima lokasi di Jakarta, pada Jumat (11/4) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan penggeledahan itu dilakukan terkait kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di PN Surabaya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, penggeledahan itu masih berkaitan dengan suap vonis bebas Ronald Tannur.

"Dalam tindakan penggeledahan itu, penyidik menemukan adanya bukti, berupa dokumen dan uang yang mengarah pada dugaan adanya tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakarta Pusat," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (12/4).

Berbekal informasi itu, penyidik melakukan pengembangan hingga ditemukan bukti dugaan aliran suap dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara tersangka korporasi di kasus korupsi minyak.

Qohar menyebut uang itu diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Muda pads PN Jakarta Pusat.

"Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar Majelis Hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan ontslag (putusan lepas)," jelasnya.

Dalam perkara tersebut, Jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

"Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan. Tetapi menurut pertimbangan Majelis Hakim bukan merupakan tindak pidana," imbuhnya.

Atas perbuatannya itu, Qohar mengatakan keempat pelaku pemberi suap dan penerima suap tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.

(tfq/dmi)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |