Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera/Foto: Okezone
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyayangkan isu private jet yang berujung pada sanksi peringatan keras kepada ketua dan empat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Sanksi tersebut diberikan karena KPU terbukti menganggarkan pengadaan pesawat jet pribadi sebesar Rp 90 miliar pada Pemilu 2024 lalu. Menurutnya, putusan ini menjadi bukti adanya pelanggaran terhadap pengelolaan anggaran negara.
Menurut Mardani, kasus pengadaan pagu anggaran untuk pesawat jet pribadi di KPU tersebut bukan sekadar persoalan etik, tetapi juga menyentuh inti kepercayaan publik terhadap independensi dan integritas lembaga penyelenggara pemilu.
"Saya tentu sedih dengan sanksi ini. Apalagi dalam persidangan terbukti ada salah alokasi peruntukan," kata Mardani, Kamis (23/10/2025).
Mardani menilai, alasan penggunaan private jet untuk ‘monitoring logistik’ yang dikemukakan pihak KPU tidak dapat diterima secara rasional maupun administratif. Apalagi, dari hasil pemeriksaan DKPP, dari 59 kali penggunaan private jet, tidak satu pun diarahkan ke wilayah 3T, melainkan ke daerah yang memiliki rute penerbangan komersial reguler.
"Ini menunjukkan ketidaktepatan justifikasi dan pelanggaran asas efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara," tutur Mardani.
Kendati demikian, ia menekankan, sanksi peringatan keras ini harus menjadi pembelajaran bagi penyelenggara pemilu khususnya KPU agar menjalankan asas kepatutan dan etika. Terutama, kata Mardani, dalam kebijakan penggunaan anggaran.
"Ini mesti jadi pelajaran bahwa asas kepatutan dan etika wajib dijalankan. Profesional itu bermakna uang yang dikeluarkan harus sebanding dengan hasilnya," tegasnya.
"KPU adalah institusi yang menjadi penjaga utama kedaulatan rakyat. Karena itu, setiap tindakan yang mencerminkan gaya hidup mewah, penyalahgunaan anggaran, atau keputusan yang tidak berorientasi pada efisiensi publik merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusi,” lanjut Mardani.