Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengancam akan membekukan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan merumahkan 16 ribu pegawai instansi tersebut jika kinerjanya tak kunjung membaik.
Ia menekankan DJBC perlu berbenah, apalagi masyarakat belum puas dengan kinerja instansi tersebut. Purbaya telah meminta izin kepada Presiden Prabowo untuk membenahi DJBC hingga 2026 mendatang.
"Biarkan, beri waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai. Karena ancamannya serius, kalau Bea Cukai gak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih enggak puas, Bea Cukai bisa dibekukan," ucap Purbaya usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (27/11) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16 ribu orang pegawai Bea Cukai dirumahkan," ancam sang Bendahara Negara.
Ia juga tak segan untuk mengadopsi cara Presiden RI ke-2 Soeharto yang merekrut perusahaan Swiss Suisse Generale Surveillance (SGS3) untuk menjalankan tugas bea cukai.
"Diganti dengan SGS (Suisse Generale Surveillance), seperti zaman dulu lagi. Jadi, sekarang Bea Cukai, orang-orang Bea Cukai mengerti betul ancaman yang mereka hadapi," ujarnya.
Menanggapi ancaman Purbaya itu, Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budhi Utama yakin intansinya bisa berbenah dan segala upaya pembenahan itu bisa selesai pada 2026 alias dalam jangka waktu satu tahun, sesuai ultimatum Purbaya.
"Optimis, harus optimis. Kalau kita enggak optimis, tahun depan (2026) kita selesai semua. Apakah mau Bea Cukai ataupun pegawai Bea Cukai dirumahkan dengan makan gaji buta saja itu? Tentu tidak akan mau," ucap Djaka usai Pemusnahan BKC Ilegal di Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Rabu (3/12).
Upaya perbaikan akan dimulai dari kultur kerja DJBC. Djaka juga mendorong peningkatan kinerja para anak buahnya yang ditempuh melalui pengawasan ketat di pelabuhan dan bandara. Ia berjanji memperbaiki semua pelayanan untuk masyarakat. Ia yakin Bea Cukai bisa sedikit demi sedikit memperbaiki citra buruk tersebut.
"Mungkin image di masyarakat bahwa Bea Cukai adalah sarang pungli itu sedikit demi sedikit kita hilangkan. Kami memohon dukungan dari masyarakat untuk mendukung bagaimana kita ke depan menjadi lebih baik," imbuh Djaka.
Lantas, apa saja dosa dan masalah yang membelit Bea Cukai hingga membuat Purbaya mengancam akan membekukan?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita mengatakan Bea Cukai sedang menghadapi masalah sistemik, di antaranya kebocoran penerimaan negara akibat praktik manipulasi nilai impor atau undervaluation.
Dalam praktik ini, importir melaporkan nilai barang lebih rendah dari harga sebenarnya saat masuk ke Indonesia. Akibatnya, negara kehilangan potensi penerimaan dari selisih itu.
Lalu, ada juga masalah kultur birokrasi yang tertutup, serta relasi transaksional dengan sebagian pelaku usaha.
"Kombinasi ini membuat data dan pengawasan tidak lagi kredibel, sehingga wajar muncul ancaman keras dari pemerintah atau Purbaya karena problemnya bukan lagi teknis, tetapi menyangkut integritas institusi," katanya pada CNNIndonesia.com, Rabu (3/12).
Ronny mengatakan DJBC sulit dibenahi karena kewenangannya terlalu besar, sedangkan mekanisme kontrol internalnya lemah. Reformasi digital sering mentok oleh resistensi internal, dan proses yang seharusnya otomatis tetap disandera oleh interpretasi manual petugas.
Pemerintah juga cenderung berhati-hati karena penerimaan kepabeanan besar, sehingga pembenahan struktural sering ditunda. Akibatnya DJBC seperti "kandang kekuasaan" yang sulit disentuh.
Ia mengatakan pembenahan Bea Cukai perlu perombakan struktur, transparansi data, dan pengurangan ruang negosiasi informal. Hal itu tidak otomatis berubah hanya karena pemimpinnya, Djaka Budhi Utama merupakan seorang purnawirawan TNI.
"Jika struktur tidak disentuh, hasilnya hanya pergantian komandan tanpa perubahan medan," katanya.
Pengamat Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karim menilai reputasi DJBC turun karena temuan praktik yang mencederai penerimaan negara, seperti under-invoicing yang membuat nilai pabean jatuh, celah masuknya barang ilegal, serta layanan yang belum konsisten di simpul pelabuhan besar.
Menurutnya, perbaikan sulit dilakukan karena rantai proses kepabeanan melibatkan banyak titik rawan: penilaian nilai pabean, klasifikasi HS, dan pengawasan pasca-clearance.
"Tidak heran wacana penunjukan SGS kembali muncul sebagai tekanan eksternal ketika pembenahan internal berjalan lambat," katanya.
Syafruddin menilai penunjukan bos Bea Cukai berlatar militer berpotensi menjadi momentum berbenah jika disiplin komando diterjemahkan menjadi target operasional yang terukur, seperti pemangkasan waktu rilis barang, hit rate intelijen yang naik, serta penurunan contact points manual melalui akses berbasis peran dan jejak audit digital.
"Latar Letjen purnawirawan Djaka Budhi Utama memberi modal kepemimpinan tegas, sejalan dengan alasan pemerintah yang menghendaki sosok berani untuk memulihkan integritas dan kinerja. Hasilnya akan terlihat bila scorecard dipublikasikan berkala dan kasus teladan ditindak dari hulu ke hilir sehingga pesan disiplin menyentuh seluruh rantai komando," katanya.
(pta)

2 hours ago
1

















































