Pengembang soal Permintaan Properti Lesu: Daya Beli Menurun, Marak PHK

5 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Kalangan pengembang properti membenarkan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut permintaan di sektor perumahan melemah.

Namun, Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai kondisi itu bukan hanya disebabkan oleh daya beli yang menurun, melainkan juga akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah sektor.

"Sebenarnya pelemahan di sektor perumahan terjadi karena pelemahan perekonomian kita," kata Bambang kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di awal kuartal I sebenarnya perumahan masih bergerak naik di dua digit, tapi menjelang kuartal III terjadi tren penurunan. Pertumbuhannya jadi single digit, tapi masih terjadi pertumbuhan yang positif, hanya terjadi pelemahan," jelasnya lebih lanjut.

Menurut Bambang, pemerintah sejatinya sudah banyak memberikan dukungan bagi sektor properti.

Ia mencontohkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang masih berlaku hingga 2027 serta skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan yang kini tidak hanya menyasar konsumen, tetapi juga para pengembang berskala menengah.

Skema tersebut, kata Bambang, memungkinkan pengembang menengah memperoleh empat kali plafon pinjaman hingga Rp5 miliar, atau total maksimal Rp20 miliar, dengan bunga yang sebagian disubsidi pemerintah sebesar 6 persen.

Melalui mekanisme ini, pengembang diharapkan tetap bisa membangun proyek rumah rakyat dengan biaya modal yang lebih ringan di tengah tekanan pasar.

"Artinya pemerintah sudah banyak berbuat untuk mengakselerasi pertumbuhan sektor properti, hanya problem-nya ada di daya beli masyarakat yang menurun dan terjadi PHK di beberapa sektor, membuat terjadi pelemahan sektor perumahan," jelasnya.

Bambang menilai langkah selanjutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah mempercepat pemulihan ekonomi agar pertumbuhan dapat kembali kuat dan membuka lebih banyak lapangan kerja. Dengan begitu, daya beli masyarakat bisa pulih dan permintaan rumah meningkat lagi.

"Jadi yang utama bagi pemerintah tentu peningkatan pertumbuhan ekonomi agar target 8 persen bisa tercapai, sehingga tercipta lapangan kerja yang masif. Ujungnya meningkatnya daya beli masyarakat sehingga sektor properti akan meningkat," katanya.

Ia juga menegaskan pentingnya sektor properti sebagai penggerak ekonomi nasional karena melibatkan ratusan industri turunan dan didominasi oleh produk dalam negeri.

"Jangan lupa sektor properti, khususnya perumahan, menjadi lokomotif 187 industri, dan lokal kontennya praktis 100 persen," ujarnya.

Sebelumnya, Purbaya mengungkapkan rendahnya penyerapan dana pemerintah oleh Bank Tabungan Negara (BTN) mencerminkan lemahnya aktivitas ekonomi di sektor properti.

Dalam rapat kerja dengan Komite IV DPR RI di Jakarta, Senin (3/11), ia menyebut BTN hanya mampu menyalurkan Rp4,8 triliun dari total penempatan dana Rp25 triliun atau sekitar 19 persen per 30 September 2025.

"Ini menggambarkan demand di sektor perumahan lemah sebetulnya, jadi saya pikir, 'Waduh gawat kita nih,'" ujar Purbaya.

Ia menilai lesunya penyaluran kredit perumahan tidak lepas dari belum pulihnya daya beli masyarakat.

Namun, Purbaya optimistis kondisi lesunya sektor perumahan bersifat sementara. Ia memperkirakan pendapatan masyarakat akan membaik secara bertahap hingga 2026, seiring meningkatnya peredaran uang di sistem keuangan nasional dan pulihnya aktivitas ekonomi.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |