Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Prabowo Subianto disebut akan menerbitkan keputusan presiden (keppres) untuk membereskan restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kepada China Development Bank (CDB).
Langkah ini menjadi upaya pemerintah guna menuntaskan persoalan finansial proyek strategis tersebut.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penerbitan keppres itu akan memuat susunan tim yang bertugas melakukan perundingan restrukturisasi dengan pihak CDB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengklaim proses ini sempat tertunda akibat pergantian kepemimpinan dari Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo.
"China itu hanya bilang, kita akan mau terus sampai ke Surabaya kalau kalian menyelesaikan masalah restructuring (utang) ini segera," kata Luhut dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
Menurut Luhut, dirinya sudah meminta Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Rosan Roeslani untuk segera menunjuk nama-nama anggota tim yang akan masuk dalam keppres tersebut.
"Saya bilang waktu ke China tiga bulan lalu, oke, tapi tinggal nunggu keppres. Kemarin saya sudah bilang sama Pak Rosan, saya bilang, 'Rosan, segera saja bikin itu (tim). Orangnya ini, ini, ini. Bikin keppres-nya'. Ya, dia (Rosan) bilang 'saya bicara presiden'," ujar Luhut.
Luhut juga menepis anggapan bahwa restrukturisasi utang Whoosh akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia menegaskan tidak pernah ada permintaan agar dana APBN digunakan untuk melunasi utang proyek tersebut.
"Kita ribut soal Whoosh. Whoosh itu masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restructuring (restrukturisasi utang) saja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN (membayar utang Whoosh)," tegasnya.
China Siap Lanjut Kerja Sama Asal Restrukturisasi Rampung
Pemerintah China melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Guo Jiakun menyatakan pihaknya terus berkoordinasi erat dengan Indonesia terkait pengelolaan proyek kereta cepat, termasuk dalam penilaian investasi dan potensi ekonominya.
"Perlu ditegaskan ketika menilai proyek kereta api cepat, selain angka-angka keuangan dan indikator ekonomi, manfaat publik dan imbal hasil komprehensifnya juga harus dipertimbangkan. Otoritas dan perusahaan yang berwenang dari kedua belah pihak telah menjalin koordinasi yang erat untuk memberikan dukungan yang kuat bagi pengoperasian kereta api yang aman dan stabil," kata Guo dalam keterangan resmi, Senin (20/10), seperti dikutip dari situs resmi pemerintah China.
Guo menambahkan China akan selalu siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan pengoperasian Kereta Cepat Jakarta Bandung yang berkualitas tinggi. Ia berharap proyek tersebut dapat berperan lebih besar dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia, serta memperkuat konektivitas kawasan.
Nilai Investasi Bengkak
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diketahui memiliki nilai investasi mencapai US$7,2 miliar atau sekitar Rp116,54 triliun (kurs Rp16.186 per dolar AS). Nilai tersebut lebih besar dibandingkan tawaran awal China sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun saat proposal disampaikan ke Indonesia.
Dari total nilai proyek, sekitar 75 persen pendanaan berasal dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya dari modal pemegang saham yang terdiri atas PT KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga.
Membengkaknya nilai investasi ini menimbulkan perdebatan publik mengenai tanggungan utang proyek. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menolak opsi penggunaan APBN untuk melunasi utang tersebut.
"Itu kan Whoosh sudah dikelola oleh Danantara kan. Danantara sudah ngambil Rp80 triliun lebih dividen dari BUMN, seharusnya mereka manage dari situ saja," kata Purbaya usai melakukan inspeksi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10).
Menurut Purbaya, dengan dividen sebesar itu, Danantara semestinya mampu mengelola pembiayaan restrukturisasi utang Whoosh tanpa perlu menarik dana dari APBN.
Masalah Teknis dan Kualitas Pembangunan
Luhut sebelumnya pernah menyebut proyek Whoosh sempat bermasalah sejak tahap pembangunan. Ia menyebut "proyek itu busuk," merujuk pada sejumlah persoalan teknis yang muncul di lapangan.
Salah satu contohnya adalah pembangunan pilar LRT oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) di KM 3+800 yang dilakukan tanpa izin dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
PUPR menilai pekerjaan tersebut berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan dan menimbulkan genangan air di ruas Tol Jakarta-Cikampek akibat sistem drainase yang tidak sesuai kapasitas.
Akibat pelanggaran itu, Komite Keselamatan Konstruksi Kementerian PUPR sempat menghentikan sementara proyek KCJB pada 2020.
(del/sfr)

4 hours ago
1

















































