CNN Indonesia
Selasa, 01 Jul 2025 20:00 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani mendorong Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengebor minyak lebih banyak agar lifting nasional bisa mendekati 1 juta barel per hari (bph).
"Di sisi lifting minyak, sangat tergantung pada berbagai langkah-langkah yang saat ini sedang terus dilakukan oleh kementerian terkait (Kementerian ESDM)," ucapnya dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21 Masa Persidangan IV 2024-2025 di Jakarta Pusat, Selasa (1/7).
Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2026, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 600 BOPD-605 BOPD. Angka tersebut masih jauh dari harapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, sang Bendahara Negara menegaskan pemerintah berupaya mempercepat eksplorasi. Langkah ini ditempuh berbarengan dengan perbaikan keekonomian proyek dan pemberian insentif untuk mendorong investasi di bidang eksplorasi.
"Dari update terkini, Bapak Presiden Prabowo (Subianto) baru saja meresmikan peningkatan lifting minyak yang memberikan kontribusi 30 ribu barel per hari dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Bojonegoro," bebernya.
"Ini memberikan milestone baru agar lifting minyak nasional bisa terus ditingkatkan mendekati 900 ribu barel, bahkan 1 juta barel, seperti yang diharapkan," imbuh wanita yang akrab disapa Ani itu.
Di lain sisi, KEM-PPKF RAPBN 2026 menetapkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di level US$60-US$80 per barel.
Sementara, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meminta ada kenaikan ke posisi US$65 per barel hingga US$85 per barel.
Sri Mulyani menjelaskan ada 3 faktor yang mempengaruhi penetapan harga minyak mentah alias ICP.
Pertama, stabilitas dan situasi politik di Timur Tengah. Kedua, kebijakan produksi OPEC. Selanjutnya, ketiga adalah outlook permintaan global, terutama dari Tiongkok yang beriringan dengan upaya seluruh dunia untuk melakukan transisi energi.
"Pemerintah menetapkan rentang asumsi ICP dengan hati-hati agar asumsi harga minyak tidak menjadi sumber deviasi fiskal yang terlalu besar, terutama akan sangat mempengaruhi proyeksi pendapatan negara dan belanja subsidi serta kompensasi energi," tandasnya.
(skt/sfr)