Alasan Israel Bekingi Senjata dan Uang Geng Musuh Hamas Popular Forces

2 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Kelompok bersenjata musuh Hamas di Jalur Gaza Palestina, Pasukan Rakyat (Popular Forces), menjadi sorotan setelah pemimpinnya Yasser Abu Shahab tewas dalam pertempuran.

Abu Shahab dilaporkan tewas terkena tembakan saat menengahi perselisihan keluarga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua sumber Israel mengatakan pihaknya sempat berupaya melarikan Abu Shahab ke rumah sakit sebelum ia meninggal. Namun, nyawa pria berusia pertengahan 30 tahunan itu tak tertolong.

Abu Shahab merupakan pemimpin kelompok bersenjata di Gaza yang didukung oleh Israel. Kelompoknya termasuk di antara geng yang dibekingi Negeri Zionis dan merupakan musuh Hamas di Gaza.

Israel juga dilaporkan membeking senjata dan dana untuk Popular Forces. Apa alasannya?

Netanyahu sempat mengatakan pemerintah Israel menggunakan klan bersenjata untuk melawan Hamas. Ia bahkan bangga dengan kelompok tersebut.

"Apa yang salah dengan itu? Mereka menyelamatkan pasukan [Israel]," kata Netanyahu, dikutip Al Jazeera.

Gagasan menggunakan pasukan seperti itu, menurut Netanyahu, merupakan hasil saran dari pejabat keamanan, bahkan setelah upaya sebelumnya yang gagal dalam bekerja sama dengan kelompok lokal seperti Tentara Lebanon Selatan.

Analis politik Israel Ahmad Najar mengatakan pengakuan Netanyahu bukan cuma arogansi, tetapi keyakinan. Dia sadar betul Israel bisa melanggar hukum internasional, mempersenjatai kelompok bersenjata, dan membuat warga sipil kelaparan.

Seperti itulah impunitas total, kata Najar. Hal tersebut pula yang dibayar untuk memercayai mesin humas Israel.

"Sebenarnya, rezim ini tak cuma menoleransi kejahatan perang, mereka merekayasa, mendanai, dan kemudian menggunakannya sebagai propaganda," kata dia dalam opini yang dirilis Al Jazeera.

"Ini bukan sekadar perang terhadap tubuh, rumah, atau bahkan kelangsungan hidup warga Palestina. Ini adalah perang terhadap impian Palestina - impian untuk memiliki negara, membangun masa depan yang bermartabat dan berdaulat."

Najar juga menyebut Selama beberapa dekade, Israel secara sistematis berupaya mencegah terbentuknya kepemimpinan Palestina yang kohesif.

Pada 1980-an, Israel diam-diam mendorong kebangkitan Hamas sebagai penyeimbang agama dan sosial terhadap Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Idenya sederhana: memecah belah politik Palestina, melemahkan gerakan nasional, dan memecah-belah setiap upaya untuk mencapai kenegaraan.

Para pejabat Israel yakin bahwa mendukung organisasi-organisasi Islamis di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki akan menciptakan konflik internal di antara warga Palestina.

Ketegangan antara kelompok-kelompok Islamis dan sekuler meningkat dan mengakibatkan bentrokan di kampus-kampus dan di arena politik.

"Kebijakan Israel tidak didorong oleh kesalahpahaman. Kebijakan itu strategis. Israel tahu bahwa memberdayakan pesaing PLO akan memecah belah persatuan Palestina. Tujuannya bukanlah perdamaian-melainkan kelumpuhan," ucap Najar.

Strategi yang sama berlanjut hingga sekarang di Gaza dan Tepi Barat. Pemerintah Israel secara aktif melemahkan kemampuan PA untuk berfungsi. Pemerintah Israel menahan penerimaan pajak yang merupakan mayoritas anggaran PA, sehingga mendorongnya ke ambang kehancuran.

Israel melindungi milisi pemukim yang menyerang desa-desa Palestina, melancarkan serangan militer harian di kota-kota yang dikelola PA, mempermalukan pasukan dan membuat mereka tampak tak berdaya.

"Israel menghalangi upaya diplomatik internasional PA sambil mencemooh legitimasinya," ucap dia.

Lebih lanjut, Najar mengatakan alasan Israel memanfaatkan kelompok tersebut bukan sekadar keputusan taktis. Dia mengatakan Tel Aviv tak pernah ingin melindungi warga sipil Palestina.

Mereka ingin menghancurkan segala sesuatu yang berkaitan dengan negara tersebut, membuat warga kelaparan dan saling bermusuhan.

Jika kecaan kian kacau, Israel akan menyalahkan mereka atas penderitaan yang diakibatkannya.

"Strategi ini bukanlah hal baru. Ini kolonialisme 101: ciptakan anarki, lalu digunakan sebagai bukti bahwa bangsa terjajah tak mampu memerintah diri sendiri," kata dia dalam opini yang dirilis di Al Jazeera.

Di Gaza, Israel tak cuma berusaha mengalahkan Hamas. Mereka berusaha menghancurkan masa depan di mana warga Palestina bisa memerintah masyarakat mereka sendiri.

Najar juga menyinggung pemberitaan media Barat mengulang klaim yang belum diverifikasi bahwa Hamas mencuri bantuan. Tidak ada bukti yang ditunjukkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa berulang kali mengatakan tidak ada bukti.

"Namun, itu tidak penting. Berita itu sesuai tujuan yang membenarkan blokade. Berita itu membuat kelaparan tampak seperti taktik keamanan. Berita itu membuat hukuman kolektif tampak seperti kebijakan," lanjut dia.

(isa/rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |