Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyentil pihak-pihak yang menyebut lapangan kerja sulit ditemukan di Indonesia.
Ia menyebut masyarakat perlu melakukan introspeksi kolektif dan tidak 'kufur nikmat' atas peluang yang ada.
"Kalau ada yang mengatakan bahwa lapangan pekerjaan tidak ada, saya pikir harus kita menjadi introspeksi kolektif gitu ya dan jangan kufur nikmat," ujar Bahlil dalam Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Selasa (3/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahlil menyebut proyek hilirisasi industri dan peningkatan lifting minyak yang tengah digalakkan pemerintah diperkirakan menyerap 6,2 juta tenaga kerja langsung hingga 2030.
Ia menyarankan agar masyarakat meningkatkan kompetensi, dan kampus mencetak lulusan yang lebih adaptif terhadap kebutuhan industri.
Lantas, bagaimana kondisi riil pasar kerja Indonesia saat ini?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia per Februari 2025 tercatat 4,76 persen. Angka ini turun tipis 0,06 persen poin dari Februari 2024.
Secara absolut, jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang dari total angkatan kerja 153,05 juta orang.
TPT tertinggi tercatat pada kelompok usia muda 15-24 tahun, yakni 16,16 persen, jauh di atas kelompok usia produktif 25-59 tahun yang sebesar 3,04 persen. Berdasarkan tempat tinggal, pengangguran di perkotaan (5,73 persen) juga lebih tinggi dibanding di perdesaan (3,33 persen).
Dari total 145,77 juta orang yang bekerja, mayoritas atau 59,40 persen bekerja di sektor informal. Sementara hanya 40,60 persen yang berada di sektor formal, sedikit menurun dibanding tahun lalu.
Dilihat dari status pekerjaan, sebanyak 37,08 persen adalah buruh/karyawan/pegawai. Sementara sisanya tersebar sebagai pekerja bebas, pengusaha, atau pekerja keluarga.
Berdasarkan data itu, tiga sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan sebanyak 28,54 persen; perdagangan besar dan eceran 19,26 persen; dan industri pengolahan 13,45 persen.
Namun, sektor-sektor yang disebut Bahlil, yakni industri pengolahan dan pertambangan, baru menyerap sebagian kecil dari total pekerja. Pertambangan, misalnya, hanya menyerap 1,13 persen dari total penduduk bekerja.
Sebanyak 33,81 persen pekerja termasuk kategori pekerja tidak penuh, yakni bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Ini terdiri dari pekerja paruh waktu (25,81 persen) dan setengah pengangguran (8,00 persen).
Adapun setengah pengangguran adalah mereka yang jam kerjanya sedikit tapi masih mencari tambahan pekerjaan. Angka ini menunjukkan sebagian pekerja belum terserap optimal dalam pasar kerja formal.
Tercatat, rata-rata upah buruh nasional per Februari 2025 sebesar Rp3,09 juta per bulan, naik tipis dari tahun sebelumnya. Namun, terjadi kesenjangan signifikan antara laki-laki di angka Rp3,37 juta dan perempuan sebesar Rp2,61 juta.
Adapun lapangan usaha dengan upah tertinggi adalah pertambangan dan penggalian (Rp5,09 juta), sedangkan terendah adalah aktivitas jasa lainnya (Rp1,81 juta).
Berdasarkan pendidikan, lulusan SD ke bawah hanya memperoleh upah rata-rata Rp2,07 juta, sementara lulusan sarjana dan pascasarjana mendapat Rp4,35 juta.
(del/sfr)