Bali Dikepung Bisnis Asing, Karma 'Dosa' Pariwisata?

2 days ago 16

Jakarta, CNN Indonesia --

Katanya, Bali itu surga dunia. Cantik pantainya, kaya budayanya, nikmat makanannya, ramah warganya.

Warga Bali memang tahu betul cara memuliakan tamu. Itu tercermin dari 2.042.666 kunjungan wisatawan mancanegara pada empat bulan pertama di 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat angkanya naik 10,55 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Sayang, ada 'dosa' pariwisata di Bali yang harus disucikan. Mudahnya turis menginjakkan kaki di Pulau Dewata justru jadi celah. Orang asing akhirnya menumpuk bak sampah, menjajah, membuat warga Bali gerah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bali, aku pergi sebentar ya! Pergi dari pantaimu yang katanya indah, yang di sekelilingnya berdiri hotel megah. Bali, aku pergi sebentar ya! Pergi dari alammu yang katanya asri. Asri sebelah sana, eh sebelah sini enggak.

Keresahan di atas dicuplik dari tembang "Ini Judulnya Belakangan" milik duo folk asli Bali bernama Nosstress. Sekarang, resah dan gerah itu tumpah ruah sampai membuat Gubernur Bali I Wayan Koster naik darah. Warga asing tak sekadar datang untuk tamasya, mereka kini membuka bisnis tak berizin di Pulau Dewata.

Koster bersama seluruh warga Bali pantas marah karena WNA seenaknya mengangkangi aturan hukum dengan mendirikan usaha ilegal di sektor pariwisata.

"Di Badung saja ada sekitar 400 izin usaha sewa mobil dan biro perjalanan yang dikuasai orang asing. Banyak yang tidak punya kantor, tidak tinggal di Bali, tapi tetap bisa beroperasi. Ini jelas keterlaluan!" kata Koster dalam keterangan tertulis, Senin (2/6).

"Pariwisata kita sedang tidak baik-baik saja. Macet, sampah, vila ilegal, sopir liar, wisatawan nakal, semua ini harus kita tata," tegasnya.

Online Single Submission (OSS) disorot. Koster menilai sistem perizinan itu jadi gerbang investor asing untuk menguasai sektor strategis sampai ke level mikro, seperti penyewaan kendaraan dan homestay.

Ia menolak diam. Jika dibiarkan, Bali dianggap berisiko mengalami kemunduran serius pada 5 tahun mendatang dalam aspek ekonomi, sosial, maupun citra pariwisata.

Audit menyeluruh atas izin usaha pariwisata di Bali dimulai untuk menumpas bisnis 'hantu'. Surat edaran (SE) penertiban usaha dan transportasi wisata juga diteken sebagai landasan operasi gabungan Satpol PP dan Polda Bali.

Terpisah, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari mempertanyakan kapasitas aparat terkait. Ia bahkan secara spesifik menyoroti eksistensi Polisi Pariwisata yang ada di Bali. Pengawasan terhadap wisatawan asing di Pulau Seribu Pura harus diperketat. Begitu pula dengan bantuan dari Pecalang di masing-masing desa.

"Kebijakan bebas visa dan visa on arrival (VoA) adalah kebijakan kurang tepat, karena yang datang turis kelas menengah ke bawah alias backpacker. Sehingga kriminalitas akan tinggi serta peluang berusaha bagi turis juga semakin tinggi, seperti homestay, vila, dan transportasi," tutur Azril kepada CNNIndonesia.com.

"Visa kunjungan sebenarnya tidak boleh untuk usaha, kenapa ini bisa lolos? Bebas visa harusnya tidak berlaku, kecuali untuk yang resiprokal," sambungnya.

Azril menyarankan pemerintah untuk meninggalkan kebijakan mass tourism, lalu beralih ke quality tourism. Bertahap kemudian bergeser menuju konsep customized tourism, yakni adanya personalized, localized, serta small in sized.


Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |