BMKG Rilis Peringatan Kebakaran Hutan Saat Kemarau, Riau Jadi Sorotan

15 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi peningkatan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau 2025. Seluruh elemen masyarakat, pemerintah daerah dan stakeholder terkait diimbau lebih waspada.

Peningkatan risiko karhutla yang muncul di berbagai wilayah disebut memerlukan pencegahan sejak dini untuk menghindari kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi hingga dampak kesehatan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat ini Indonesia tengah memasuki musim kemarau dan karhutla berpotensi terjadi. Seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah, dan masyarakat luas perlu melakukan aksi mitigasi untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam sebuah keterangan, Rabu (30/4).

Dwikorita memaparkan pihaknya memprediksi awal musim kemarau 2025 akan terjadi secara bertahap mulai akhir April hingga Juni di sebagian besar wilayah, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada periode Juni-Agustus.

Ia menyebut sifat kemarau diprediksi didominasi kondisi normal, yakni sekitar 60 persen wilayah. Namun, sekitar 26 persen wilayah berpotensi mengalami kemarau atas normal (lebih basah) dan 14 persen bawah normal (lebih kering).

Riau

Pada periode April-Mei 2025, kata Dwikorita, risiko karhutla umumnya rendah tetapi beberapa area di Riau, Sumatera Utara dan NTT mulai menunjukkan risiko menengah hingga tinggi.

Pada Juni, potensi karhutla meningkat signifikan di wilayah Riau (41,5 persen wilayah berisiko tinggi), Sumatera Utara, Jambi, dan sekitarnya.

Lalu, pada Juli hingga September, risiko karhutla diperkirakan meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua.

NTT, NTB, Papua Selatan, Kalimantan Selatan serta Bangka Belitung menjadi wilayah dengan potensi risiko tertinggi.

Pada Oktober, risiko karhutla diprediksi tetap tinggi di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

"Khusus Wilayah Riau, secara alamiah berpotensi mengalami dua kali musim kemarau, yakni pada Februari-Maret dan kembali pada Mei hingga Agustus, yang diprediksi menjadi puncak kemarau," tutur Dwikorita.

"Kondisi ini menyebabkan provinsi ini lebih sering mengalami hotspot dibanding wilayah lain. Bahkan meski tanpa pembakaran, potensi kebakaran tetap ada karena faktor angin dan gesekan ranting. Maka prediksi berbasis data sangat penting untuk mitigasi," katanya lagi.

Merespons hal ini, BMKG bersama BNPB dan pemerintah daerah mendorong upaya-upaya pembasahan lahan, upaya-upaya mempertahankan tinggi muka air di lahan serta pengisian embung-embung serta kanal dengan memanfaatkan hujan yang masih ada saat periode transisi menjelang musim kemarau.

Upaya penguatan lainnya juga dilakukan dalam bentuk penyiagaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), patroli udara, serta pengawasan lapangan secara berkala, khususnya di wilayah Riau yang saat ini telah berstatus siaga darurat karhutla.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebut bahwa berdasarkan data BMKG sudah terdeteksi 144 titik api dan sekitar 81 hektare lahan terbakar di Riau hingga akhir April 2025.

"Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar semua pihak menjaga agar karhutla tidak meluas. Ini menyangkut nama baik Indonesia, kesehatan masyarakat, dan kestabilan kawasan," katanya.

(fea/lom/fea)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |