Jakarta, CNN Indonesia --
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mengeluarkan kebijakan yang ditujukan kepada pelajar di daerahnya yakni pemberlakuan jam malam dan masuk sekolah pukul 06.00 pagi. Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra.
Demul, sapaan akrabnya, memberlakukan jam malam bagi pelajar di wilayah Jawa Barat dari tingkat dasar hingga menengah.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor: 51/ PA.03/ Disdik soal Penerapan Jam Malam Bagi Peserta Didik untuk Mewujudkan Generasi Panca Waluya Jabar Istimewa, yang dikeluarkan pada 23 Mei 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui SE itu, Demul menginstruksikan pembatasan kegiatan pelajar di luar rumah pada malam hari yakni mulai pukul 21.00-04.00 WIB.
Namun, ada pengecualian yakni dalam kondisi darurat atau bencana, sedang bersama orang tua/wali, atau mengikuti kegiatan, termasuk keagamaan dan sosial, yang diketahui orang tua/wali.
Kota Depok mulai memberlakukan jam malam pada hari ini, Selasa (3/6).
Selain jam malam, Demul berencana menggulirkan kebijakan baru bagi seluruh siswa di Jawa Barat agar masuk sekolah pada pukul 06.00 WIB.
Hal itu seiring keinginannya agar jadwal masuk sekolah di provinsi tersebut hanya sampai Jumat.
Demul memandang perubahan jadwal masuk sekolah tersebut bisa menciptakan kebiasaan hidup disiplin.
Dia lantas bercerita menjadi bupati pertama yang menerapkan sekolah sampai Jumat (saat menjabat Bupati Purwakarta 2008-2018). Jam belajar dimulai pukul 06.00 WIB.
"Enggak apa-apa jam belajarnya jam 6 pagi, tapi hari Sabtu libur. Setuju enggak?" kata Dedi dalam video yang diunggah di akun instagramnya @dedimulyadi71, Kamis (29/5).
Sebelum ini, Demul sudah mengimplementasikan kebijakan mengirim siswa "nakal" ke barak militer. Menurut dia, proses itu berguna untuk mendisiplinkan siswa.
Program tersebut menyasar siswa yang terlibat tawuran, kecanduan game, hingga mengonsumsi minuman keras.
"Banyak orang tua yang hari ini tidak punya kesanggupan lagi menghadapi anaknya. Banyak guru yang tidak punya kesanggupan menghadapi murid-muridnya," ujar Demul di Kompleks Parlemen, Selasa (29/4).
Kebijakan ini menuai kritik tajam dari pegiat Hak Asasi Manusia (HAM). Imparsial menilai tindakan tersebut menyalahi fungsi TNI dan berpotensi membahayakan anak-anak yang seharusnya dilindungi dari kekerasan.
"Mengakarnya kultur kekerasan di tubuh TNI jelas-jelas menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak hanya keliru tetapi juga berbahaya," kata Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra.
Sementara Ketua Komnas HAM saat itu Atnike Nova Sigiro menyatakan pelibatan TNI untuk mendidik anak bukanlah kewenangan institusi militer.
(ryn/isn)