Harapan Buruh soal Janji Prabowo Hapus Outsourcing

6 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Wacana penghapusan sistem outsourcing oleh Presiden Prabowo Subianto mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan serikat pekerja.

Mereka menyatakan harapan agar kebijakan tersebut diikuti dengan pembenahan regulasi dan penegakan hukum ketenagakerjaan yang lebih kuat, guna memastikan perlindungan hak buruh sekaligus kepastian hukum bagi pengusaha.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menilai sistem outsourcing saat ini telah melenceng jauh dari aturan awal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam uu tersebut, disebutkan outsourcing hanya dapat diterapkan pada lima jenis pekerjaan, yaitu satuan pengamanan, pertambangan, kebersihan, pengemudi, dan katering.

"Yang pertama gini, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 kan ada pasal terkait dengan outsourcing. Di sana disebutkan kurang lebih ya kalimatnya bahwa hanya ada lima jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing-kan. Yaitu security, mining, cleaning, driver, dan catering," ujar Mirah kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/5).

Namun, ia menjelaskan pengaturan tersebut berubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja yang kini disahkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023. Dalam beleid itu, istilah outsourcing diganti menjadi alih daya dan tidak lagi membatasi jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan.

"Di dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang Nomor 6 Tahun 2023, outsourcing diganti menjadi nama alih daya. Sebenarnya sama aja, cuma penggantian nama, hanya saja sekarang ini lebih diberikan ke semua jenis pekerjaan," ujarnya.

Mirah juga menyoroti fenomena praktik struktur berlapis di sejumlah perusahaan, di mana pekerjaan dialihkan dari perusahaan induk ke anak perusahaan, lalu ke perusahaan cucu dan seterusnya. Menurutnya, hal ini berdampak pada pemotongan upah serta hilangnya akses pekerja terhadap jaminan sosial dan perlindungan kerja.

"Ketika kontrak pertama dari PT A ke PT B, itu upahnya UMP misalnya Rp5 juta. Tapi ketika sampai di pekerjanya, hanya diberikan sekitar Rp4 juta. Ketika di-associate lagi di PT C, menjadi Rp3 juta. Begini, semakin turun tuh," jelasnya.

Menurutnya, perusahaan yang menjalankan praktik sesuai aturan justru kerap kalah dalam tender karena dianggap terlalu mahal.

Sementara perusahaan yang membayar di bawah standar justru lebih sering digunakan. Ia mencontohkan PT ISS Indonesia sebagai perusahaan alih daya yang patuh pada aturan, namun jarang memenangkan tender.

"Perusahaan-perusahaan yang menjalani sesuai dengan aturan main perundang-undangan hukum, dianggapnya malah enggak benar, dianggapnya mahal. Padahal itu benar," kata Mirah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyampaikan keberatan serupa terhadap sistem outsourcing. Ia menyebut salah satu kelemahan utama sistem ini adalah tidak adanya hubungan kerja langsung antara pekerja dan pemberi kerja, yang membuat perlindungan kerja menjadi minim.

"Alasan kami menolak sistem outsourcing, pekerja tidak ada hubungan kerja langsung dengan pemberi kerja, sehingga jika terjadi kecelakaan kerja dan lain-lain tidak mendapat perlindungan dari pemberi kerja langsung," ujar Ristadi.

[Gambas:Video CNN]

Ia juga mencatat adanya praktik pemotongan gaji oleh vendor penyedia jasa outsourcing sebesar sekitar 20 persen dari nilai yang diberikan pemberi kerja, sehingga pekerja menerima upah jauh di bawah upah minimum.

"Dengan kata lain, si pemberi kerja itu tidak mempunyai tanggung jawab apapun terhadap pekerja outsourcing-nya. Ini sering disebut yang namanya perbudakan gaya modern," tambahnya.

Meski demikian, Ristadi mengungkapkan sistem ini mungkin lebih dapat diterima jika terdapat kejelasan dalam hubungan kerja, misalnya kontrak maksimal tiga tahun yang kemudian dilanjutkan dengan pengangkatan menjadi pekerja tetap, serta perlakuan hak yang setara.

Baik Aspirasi maupun KSPN menyambut rencana pertemuan antara pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha sebagaimana disampaikan oleh Prabowo. Mirah menilai forum tersebut sebagai langkah yang patut didukung dan digunakan untuk menyusun mekanisme outsourcing ke depan secara lebih adil dan terukur.

"Makanya perlu dalam hal ini kesempatan, saya, Mirah Sumirat, menyambut baik apa yang disampaikan oleh Pak Prabowo untuk duduk bersama, untuk membicarakan outsourcing. Seperti apa mekanismenya? Kalau menurut saya, mekanismenya seperti yang awal, yang di UU Nomor 13 Tahun 2003," kata Mirah.

Ristadi menambahkan penegakan hukum menjadi kunci utama dari efektivitas regulasi ketenagakerjaan yang ada.

"Aturan ketenagakerjaan yang sudah bagus dijalankan melalui penegakan hukum, aturan yang belum bagus direvisi sehingga menjadi aturan yang bagus adil untuk pekerja dan pengusaha," ujarnya.

(del/agt)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |