Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak dunia melemah pada perdagangan, Selasa (11/11), seiring kekhawatiran kelebihan pasokan yang menekan optimisme pasar terkait potensi berakhirnya penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat (AS).
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent turun 13 sen atau 0,2 persen menjadi US$63,93 per barel.
Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga melemah 13 sen atau 0,2 persen ke posisi US$60 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua acuan harga minyak itu sebelumnya sempat menguat sekitar 40 sen pada sesi perdagangan sebelumnya.
Penurunan harga terjadi meski ada sinyal positif dari Washington. Penutupan pemerintahan AS terpanjang dalam sejarah berpotensi berakhir pekan ini setelah kompromi pendanaan federal lolos tahap awal di Senat pada Minggu malam waktu setempat. Namun, belum jelas kapan Kongres akan memberikan persetujuan final.
Kemajuan itu sempat mendorong penguatan di pasar keuangan global, tetapi kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan minyak tetap menjadi faktor penahan kenaikan harga.
"Seiring peningkatan produksi OPEC yang terus berlanjut, neraca minyak global menunjukkan kecenderungan bearish di sisi pasokan, sementara permintaan masih melemah seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara konsumen utama," tulis analis Ritterbusch and Associates dalam catatan risetnya.
Awal bulan ini, OPEC+ sepakat menaikkan target produksi bulan Desember sebesar 137 ribu barel per hari, sama seperti peningkatan pada Oktober dan November. Namun, aliansi produsen minyak itu juga memutuskan untuk menghentikan kenaikan produksi pada kuartal pertama tahun depan.
Pasar juga masih memantau dampak sanksi terbaru yang dijatuhkan Presiden AS Donald Trump terhadap dua perusahaan minyak besar Rusia, Rosneft dan Lukoil.
Sumber Reuters menyebutkan, Lukoil telah menyatakan force majeure pada proyek lapangan minyaknya di Irak, sementara Bulgaria bersiap mengambil alih kilang Burgas milik perusahaan tersebut. Langkah itu menjadi dampak terbesar sejauh ini dari sanksi yang diberlakukan bulan lalu.
Selain itu, volume minyak yang disimpan di kapal-kapal di perairan Asia dilaporkan meningkat dua kali lipat dalam beberapa pekan terakhir. Peningkatan itu terjadi setelah sanksi Barat memperketat ekspor minyak Rusia ke China dan India, sedangkan pembatasan kuota impor mengerem permintaan dari kilang independen di China.
Beberapa kilang di China dan India diketahui mulai beralih membeli pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah dan negara lain.
Ritterbusch menambahkan, tantangan utama bagi prospek harga minyak yang cenderung melandai (bearish) saat ini adalah sejauh mana China akan terus memasukkan minyak Rusia ke dalam cadangan strategisnya, serta apakah India akan mengikuti saran Trump untuk menunda pembelian lebih lanjut dari Rusia.
(ldy/sfr)

1 hour ago
2

















































