Kemendagri Target Seluruh Desa Terapkan Sistem E-Voting di Pilkades

3 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menerapkan pemungutan suara secara elektronik alias e-voting pada pemilihan kepala desa (Pilkades).

"Jadi nanti ketika pilkades gelombang selanjutnya sudah jelas, Kemendagri akan memaksimalkan penggunaan e voting di seluruh Pilkades," kata Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam acara Proklamasi Democracy Forum yang dihelat Partai Demokrat di Jakarta, Senin (19/5). 

Bima menyebut mekanisme itu sudah diterapkan di 1.700 desa sebelumnya. Ia mengatakan gelaran Pilkades di 1.700 desa itu berjalan dengan aman dan kondusif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tadinya banyak yang enggak percaya. Tapi kemudian ketika para kandidat itu melihat 'wah sistem ini membuat lapangan rata' enggak ada intervensi, maka semua mendukung," ujarnya.

Bima menjelaskan mekanisme pemungutan suara itu pun dibantu dengan teknologi yang digagas oleh BRIN.

Ia menyebut penerapan itu dapat menekan anggaran untuk pilkades.

"Touch screen kemudian di print dan hard copy dimasukkan ke kotak suara, satu diambil oleh si voters, lancar," ucap dia.

Perludem usul hapus ambang batas pencalonan kepala daerah

Pada forum yang sama Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengusulkan penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah.

Ia menyampaikan itu dalam konteks dibatalkannya pasal di UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

"Penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah kalau di nasional, presiden dihapus, kenapa di kepala daerah harus dipertahankan padahal eksekutif nasional adalah referensi untuk eksekutif daerah," kata Titi.

Titi juga mengusulkan penyelenggaraan pemilu nasional dengan lokal dijeda selama dua tahun.

"Yang kami usulkan adalah model keserentakan pemilu nasional memilih DPR, DPD, dan Presiden secara bersamaan pada satu hari yang sama. Kemudian pemilu serentak lokal memilih DPRD dan kepala daerah di hari yang sama, tapi jeda antara serentak nasional dan lokal itu dua tahun," kata dia.

Titi menjelaskan jeda dua tahun itu untuk mencegah praktik borong kekuasaan yang berpotensi terjadi ketika pemilu serentak nasional dan lokal digelar berdekatan.

Ia menyebut saat pemilu nasional dan lokal digelar di tahun yang sama, akan ada praktik 'pemaksaan' koalisi nasional yang membuat partai kehilangan identitasnya.

"Selain itu adalah agar ada korelasi antara pencalonan kepala daerah dengan penguatan kelembagaan partai di daerah," ujarnya.

(mnf/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |