Mahasiswa Uji Formil UU TNI ke MK, Minta DPR Dihukum Bayar Rp50 Miliar

13 hours ago 7

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua orang mahasiswa yang berasal dari Batam yakni Hidayatuddin dan Respati Hadinata mengajukan permohonan uji formil Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025 (UU 3/2025) tentang perubahan kedua atas UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hidayatuddin dan Respati memberi kuasa kepada Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Jamaludin Lobang dan Otniel Raja Maruli Situmorang yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum dari Universitas Internasional Batam dan Universitas Riau.

Permohonan uji formil UU TNI tersebut diajukan pada Senin, 21 April 2025 dan teregister dengan nomor perkara: 58/PUU-XXIII/2025.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terdapat 19 poin tuntutan yang dilampirkan pemohon dalam permohonannya. Menurut pemohon, UU 3/2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU 12/2011.

Keputusan menyetujui Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas UU 34/2004 tentang TNI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 pada Sidang Rapat Paripurna tanggal 18 Februari 2025 dinilai telah secara terang benderang bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 serta Pasal 290 ayat 2 dan Pasal 291 ayat 1 Pertib.

Perubahan Prolegnas melalui Rapat Paripurna tanggal 18 Februari 2025 dinilai juga telah bertentangan dengan Pasal 66 huruf F dan Pasal 67 ayat 3 Pertib.

Pemohon menilai proses pembentukan UU 3/2025 tidak sesuai dengan asas keterbukaan serta bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 28F UUD 1945, Pasal 11 ayat 1 huruf B dan C UU KIP, Pasal 5 huruf G, Pasal 43 ayat 3, Pasal 88 ayat 1 UU 12/2011, Pasal 96 ayat 4 UU 13/2022 dan Pasal 30 ayat 1 Pertib.

Pemohon berpendapat UU 3/2025 bukan merupakan carry over sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 71A UU 15/2019.

UU 3/2025 dinilai pemohon juga bertentangan dengan Pasal 6 ayat 1 huruf B dan huruf H UU 12/2011.

Dari seluruh dalil yang diuraikan pemohon dalam permohonannya dan bukti-bukti terlampir, pemohon meminta majelis hakim konstitusi memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan UU 3/2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7104) tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.

3. Menyatakan UU 3/2025 bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

4. Menyatakan ketentuan norma dalam UU yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam UU 34/2004.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Pemohon juga mengajukan petitum alternatif yakni sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan pembentukan UU 3/2025 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak putusan ini diucapkan";

3. Menyatakan UU 3/2025 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;

4. Memerintahkan kepada: (1) Pimpinan dan Anggota DPR RI periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna, Rapat ke-13 Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025; (2) Presiden Republik Indonesia Periode 2024-2029; (3) Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR RI periode 2024-2029; secara bersama-sama dan/atau sendiri-sendiri untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU 3/2025 menjadi inkonstitusional secara permanen;

5. Menyatakan bahwa seluruh Pimpinan dan Anggota DPR RI periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna, Rapat ke-13 Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025 telah lalai dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya;

6. Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota DPR RI periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna, Rapat ke-13 Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025 untuk membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp50.000.000.000 terhitung sejak putusan ini diucapkan;

7. Menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 telah lalai dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya;

8. Menghukum Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029 untuk membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp25.000.000.000 terhitung sejak putusan ini diucapkan;

9. Menyatakan bahwa seluruh Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR RI periode 2024-2029 telah lalai dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya;

10. Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota Badan Legislasi DPR RI periode 2024-2029 untuk membayar ganti rugi kepada Negara sebesar Rp5.000.000.000 terhitung sejak putusan ini diucapkan.

11. Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota DPR RI periode 2024-2029 yang hadir dalam Rapat Paripurna, Rapat ke-13 Masa Persidangan II Tanggal 18 Februari 2025 untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya kepada Negara sebesar Rp25.000.000.000 jika lalai dalam melaksanakan isi bunyi putusan ini terhitung sejak putusan ini diucapkan sampai dengan isi putusan dilaksanakan dengan baik.

12. Menghukum Presiden Republik periode 2024-2029 Indonesia tersebut untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya kepada Negara sebesar Rp12.500.000.000 jika lalai dalam melaksanakan isi bunyi putusan ini terhitung sejak putusan ini diucapkan sampai dengan isi putusan dilaksanakan dengan baik.

13. Menghukum masing-masing Pimpinan dan masing-masing Anggota Badan Legislasi DPR RI periode 2024-2029 tersebut untuk membayar uang paksa (dwangsom) setiap harinya kepada Negara sebesar Rp2.500.000.000 jika lalai dalam melaksanakan isi bunyi putusan ini terhitung sejak putusan diucapkan sampai dengan isi putusan dilaksanakan dengan baik.

14. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

"Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ucap pemohon.

Dilansir dari laman MK, setidaknya ada tiga permohonan lain baik formil maupun materiel mengenai UU 3/2025 tentang TNI yang diajukan masyarakat untuk diuji.

(ryn/gil)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |