'Ngobrol' dengan ChatGPT Ternyata Tidak Gratis, Telan Biaya Besar

4 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Tren 'ngobrol' dengan kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dan lainnya ternyata tidak gratis. Ada harga mahal yang harus dibayarkan dari maraknya tren AI di seluruh penjuru dunia.

CEO OpenAI Sam Altman mengakui bahwa kesopanan sederhana seperti mengucapkan "tolong" dan "terima kasih" kepada bot ChatGPT milik perusahaannya ternyata memakan biaya yang sangat mahal, karena membebani biaya listrik yang cukup besar bagi perusahaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Altman mengungkapkan hal tersebut ketika seorang pengguna di platform media sosial X bertanya tentang dampak finansial dari kesopanan terhadap AI terhadap biaya operasional OpenAI.

"Saya ingin tahu berapa banyak uang yang telah hilang dari OpenAI dalam biaya listrik dari orang-orang yang mengatakan "tolong" dan "terima kasih" kepada model mereka," ujar warganet dengan kaun @tomieinlove pada Rabu (16/4).

Altman menjawab dengan mengatakan bahwa biayanya adalah "puluhan juta dolar yang dihabiskan dengan baik--Anda tidak akan pernah tahu."

Chatbot seperti ChatGPT berjalan pada model bahasa besar (LLM), yang mengandalkan infrastruktur komputasi yang luas yang dihosting di pusat data. Model ini membutuhkan ribuan GPU dengan performa tinggi untuk dapat beroperasi secara efisien.

GPU melakukan pemrosesan paralel dalam jumlah besar untuk menginterpretasikan perintah dan menghasilkan respons secara real time. Memberi daya pada pusat data ini membutuhkan listrik yang sangat besar.

Dikutip dari NY Post, menghasilkan satu respons yang ditulis oleh AI, seperti email atau paragraf pendek, diperkirakan dapat menghabiskan energi sebanyak 0,14 kilowatt-jam (kWh). Angka tersebut sebanding dengan menyalakan 14 lampu LED selama satu jam.

Ketika diukur dalam miliaran interaksi setiap hari, penggunaan energi kumulatif menjadi signifikan. Secara global, pusat data menyumbang sekitar 2 persen dari total konsumsi listrik.

Dengan pesatnya ekspansi aplikasi AI dan meningkatnya permintaan akan layanan AI generatif seperti ChatGPT, para ahli memperingatkan bahwa angka ini dapat meningkat tajam di tahun-tahun mendatang.

Beberapa orang mungkin menganggap interaksi yang sopan dengan chatbot tidak diperlukan, tetapi beberapa ahli AI berpendapat bahwa kesopanan secara signifikan membentuk interaksi AI secara positif.

Kurtis Beavers, seorang direktur di tim desain untuk Microsoft Copilot, telah menganjurkan permintaan yang sopan, dengan menyatakan bahwa permintaan tersebut membantu menghasilkan hasil yang saling menghormati dan kolaboratif.

Menurut Beavers, kalimat yang sopan tidak hanya mencerminkan sopan santun, tetapi juga secara aktif memengaruhi cara AI menjawab, sehingga menciptakan suasana interaksi yang lebih konstruktif dan profesional.

[Gambas:Twitter]

[Gambas:Twitter]

"Ketika ia menunjukkan kesopanan, maka kemungkinan besar ia akan membalas dengan kesopanan," menurut Microsoft WorkLab.

Kesopanan terhadap AI telah menjadi semakin umum. Sebuah survei pada 2024 mengungkapkan bahwa sekitar 67 persen pengguna Amerika secara teratur menggunakan bahasa yang sopan saat berinteraksi dengan chatbot.

Dalam kelompok tersebut, mayoritas (55 persen) percaya bahwa kesopanan adalah hal yang benar secara etis, sementara 12 persen lainnya dengan nada bercanda mengindikasikan bahwa bahasa mereka yang sopan melakukannya sebagai langkah preventif terhadap potensi pemberontakan AI.

Infografis Kelebihan dan Kekurangan eSIM Dibandingkan Kartu SIM FisikKelebihan dan Kekurangan eSIM Dibandingkan Kartu SIM Fisik (Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)

(lom/dmi)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |