JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan banjir yang kerap melanda kawasan Jabodetabek tidak hanya disebabkan oleh curah hujan tinggi, tetapi juga oleh berbagai faktor lain yang semakin memperburuk kondisi.
Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Yus Budiono, mengungkapkan bahwa ada empat faktor utama penyebab banjir di wilayah ini, yaitu penurunan muka tanah (land subsidence), perubahan tata guna lahan (land use change), kenaikan muka air laut, serta fenomena cuaca ekstrem.
“Dari hasil riset kami, penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek adalah penurunan muka tanah, yang berkontribusi hingga 145% terhadap peningkatan risiko banjir,” ungkap Yus dalam keterangannya, dikutip Minggu (9/3/2025).
Dia menambahkan bahwa perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali juga meningkatkan risiko banjir hingga 12%, sementara kenaikan muka air laut hanya berdampak sekitar 3%.
Menurut Yus, tren kejadian banjir di Jabodetabek beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan intensitas peristiwa ekstrem. “Perubahan iklim global menyebabkan lebih banyak hujan ekstrem, seperti yang terjadi pada 1 Januari 2020 dan akhir Januari 2025, ketika curah hujan mencapai lebih dari 300 mm, jauh di atas normal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yus menjelaskan bahwa banjir di Jabodetabek bisa dikategorikan ke dalam tiga jenis utama, yakni banjir akibat hujan lokal (torrential rain flood), banjir akibat luapan sungai (fluvial flood), serta banjir akibat pasang laut (coastal flood).