Jakarta, CNN Indonesia --
Garuda Indonesia Group buka suara terkait dengan kabar keterbatasan jumlah pesawat karena banyak armada yang tidak bisa digunakan (grounded).
Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi mengakui saat ini memang tengah ada 15 armada milik perusahaan yang tengah dalam antrean perawatan rutin sehingga belum bisa digunakan.
Perawatan rutin yang akan dilakukan berupa proses heavy maintenance, termasuk penggantian suku cadang, untuk kembali siap beroperasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berkenaan dengan upaya optimalisasi kapasitas produksi, saat ini terdapat 1 armada Garuda Indonesia dan 14 armada Citilink yang tengah menunggu percepatan penjadwalan perawatan rutin," ujarnya melalui keterangan, Selasa (6/5).
Menurut Rahmat, saat ini industri penerbangan memang tengah menghadapi berbagai tantangan, khususnya rantai pasok suku cadang pesawat dan ini melanda hampir sebagian besar pelaku industri transportasi udara dunia.
Hal tersebut tentunya menyebabkan pelaksanaan heavy maintenance membutuhkan waktu yang lebih panjang. Namun, keseluruhan proses perawatan armada maskapai Garuda Indonesia Group tersebut diharapkan bisa dilaksanakan pada tahun ini juga.
"Dapat kami sampaikan pula bahwa proses heavy maintenance sendiri diperlukan guna memastikan standar keselamatan dan kelaikan terbang tetap terjaga untuk pesawat yang akan dioperasikan," jelasnya.
Garuda Indonesia Group pun telah mengambil berbagai langkah untuk memastikan dapat memenuhi permintaan konsumen, di antaranya sejak akhir 2024 telah mendatangkan empat armada narrow body yakni Boeing 737-800NG (PK-GUF dan PK-GUG) dan dua lainnya (PK-GUH dan PK-GUI) yang bakal mulai beroperasi pada kuartal II 2025.
"Langkah ini sejalan dengan pemulihan permintaan dan peningkatan trafik penumpang pasca pandemi serta pertumbuhan sektor pariwisata nasional. Optimalisasi kapasitas produksi ini yang ke depannya akan terus kami selaraskan dengan outlook kinerja Perusahaan sesuai dengan pertumbuhan demand pasar, guna memastikan penguatan landasan kinerja usaha dapat senantiasa terjaga secara berkelanjutan," pungkas Rahmat.
Sebelumnya, Bloomberg menulis laporan tentang Garuda Indonesia yang menghentikan operasional 15 armada karena kesulitan membayar biaya perawatan.
Sumber Bloomberg yang mengetahui masalah tersebut mengatakan hal ini menggoyang rencana kebangkitan maskapai pelat merah tersebut.
Beberapa pemasok Garuda juga disebut meminta uang muka untuk suku cadang dan tenaga kerja. Hal ini dilakukan karena pemasok khawatir atas situasi keuangan Garuda.
Ongkos perawatan pesawat Garuda juga lebih tinggi karena sebagian besar armada menerbangi rute short-hop atau pendek. Hal ini membuat biaya perawatan yang lebih tinggi ada peningkatan keausan. Sebab, rezim perawatan pesawat diatur oleh jumlah siklus lepas landas dan mendarat, bukan oleh jam operasional.
Sumber Bloomberg itu menyebut sebagian besar pesawat yang dikandangkan adalah pesawat yang dioperasikan Citilink.
Mengutip data Cirium, Bloomberg melaporkan Garuda Indonesia memiliki 66 pesawat yang beroperasi, serta 14 pesawat tidak bisa digunakan. Dengan jumlah armada sekitar 140 pesawat, sebanyak 10 persen armada disetop operasionalnya.
Bloomberg menulis kondisi Garuda merupakan cerminan lingkungan bisnis maskapai yang sulit di Indonesia. Langkah bisnis perusahaan penerbangan yang beroperasi di Indonesia terhambat oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik oleh pemerintah. Kebijakan tarif ini dirancang untuk mengatur dan mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi demi memastikan harganya terjangkau bagi penumpang.
Di sisi lain, hal itu membuat Garuda Cs lebih sulit untuk menaikkan tarif guna meningkatkan pendapatan. Kondisi ini diperparah dengan pelemahan kurs rupiah padahal banyak biaya operasional dalam bentuk dolar AS. Akibatnya, Garuda bukan satu-satunya maskapai yang lebih banyak mengandangkan pesawatnya karena kesulitan pembayaran perawatan.
(ldy/pta)