Salah Objek, Hakim Tak Terima Gugatan Paulus Tannos

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Halida Rahardhini memutuskan tidak dapat menerima permohonan Praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po.

"Dalam pokok perkara: Menyatakan permohonan Praperadilan Pemohon tidak dapat diterima," ujar hakim saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa (2/12).

"Membebankan pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar nihil," sambungnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hakim mengatakan Praperadilan tidak memiliki kewenangan menguji sah atau tidaknya penangkapan maupun penahanan yang dilakukan oleh otoritas asing.

Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas Singapura berdasarkan provisional arrest, bukan oleh aparat penegak hukum Indonesia (KPK) menurut hukum acara yang diatur dalam KUHAP, vide Pasal 17, 18, 20 KUHAP.

Dengan demikian, penangkapan yang dipermasalahkan Pemohon tidak termasuk dalam lingkup objek Praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP juncto Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016.

"Oleh karenanya, permohonan Praperadilan a quo adalah error in objecto dan bersifat prematur untuk diajukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata hakim.

Paulus Tannos hingga saat ini disebut masih berstatus sebagai buron atau masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, seseorang yang dinyatakan buron dilarang mengajukan Praperadilan.

Apabila permohonan Praperadilan tetap diajukan melalui keluarga atau kuasa hukum, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan Praperadilan tidak dapat diterima.

Argumen pemohon

Sementara itu, kuasa hukum Paulus Tannos, Damian Agata Yuvens, menyatakan status DPO yang dipersoalkan KPK menjadi tidak relevan. Menurut dia, KPK selalu mengetahui keberadaan dari Paulus Tannos dan malah secara tiba-tiba memasukkannya ke dalam daftar DPO.

Damian menuturkan kliennya sudah pernah dimintai keterangan satu di antaranya sebagai saksi dalam perkara tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong pada tahun 2017. Bahkan, keterangan tersebut termuat dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Nomor 100/2017 tanggal 21 Desember 2017.

"Faktanya pula di bulan November 2021 Pemohon berkomunikasi dengan penyidik Termohon yang bahkan sempat bersurat dengan Termohon, namun ujug-ujug Termohon memasukkan Pemohon dalam DPO pada tanggal 19 Oktober 2021," ungkap Damian dalam persidangan beberapa waktu lalu.

"Kalau benar Termohon tidak tahu di mana, tidak mungkin sampai sekarang Pemohon sedang dikekang kebebasannya. Hal ini menyebabkan status DPO pada Pemohon menjadi tidak relevan karena kedudukan Pemohon jelas ada di mana," lanjutnya.

Kasus Paulus Tannos merupakan proses ekstradisi pertama yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Kedua negara telah melakukan penandatanganan perjanjian ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.

Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra masuk DPO sejak 19 Oktober 2021 lalu. Dia berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi di sana pada pertengahan Januari lalu.

(ryn/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |