Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA), Gracelyn Atmadja menjadi bagian dari penelitian pertama di Indonesia yang mengembangkan pemisah elektrolit padat biopolimer berbasis pati untuk baterai ramah lingkungan.
Penelitian itu dilakukan Gracelyn di bawah bimbingan dosen dan praktisi di Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Mochamad Chalid, S.Si., M.Sc.Eng., serta peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. (Chan). Christin Rina Ratri.
Gracelyn mengaku, telah lama memiliki kepedulian mendalam terhadap limbah industri dan degradasi lingkungan. Kepedulian ini kemudian mendorongnya mencari solusi berbasis sains demi masa depan yang lebih bersih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap hari kita bergantung pada teknologi, tetapi sering kali kita mengabaikan dampak ekologis di baliknya. Karena itu, saya ingin melakukan sesuatu yang berarti bagi planet ini," kata Gracelyn.
Gracelyn menjelaskan, teknologi modern seperti kendaraan listrik dan ponsel pintar masih sangat bergantung pada material baterai berbasis petrokimia yang berbahaya bagi lingkungan.
Dalam satu dekade, sebagian besar baterai konvensional akan mengalami korosi dan mencemari ekosistem karena penggunaan elektrolit cair berbasis litium yang beracun dan mudah terbakar. Persoalan ini pun menjadi dasar penelitian tim untuk menemukan alternatif yang lebih aman secara keseluruhan.
Seiring peningkatan upaya dunia dalam mengurangi jejak karbon industri energi, pencarian material baterai berkelanjutan menjadi prioritas global dalam pengembangan teknologi hijau. Adapun penelitian kolaboratif ini bertujuan mendapatkan pengganti komponen baterai beracun berbasis minyak bumi dengan alternatif yang lebih aman, dapat terurai secara hayati, dan berpotensi membentuk masa depan sistem energi terbarukan.
Mendukung penelitian Gracelyn, Prof. Chalid menegaskan bahwa estafet sains harus dimulai sejak dini.
"Rasa ingin tahu, dedikasi, dan semangat belajar, seperti yang ditunjukkan Gracelyn, membuktikan bahwa kemajuan ilmiah adalah perjalanan jangka panjang yang harus diteruskan lintas generasi," ujar Prof. Chalid.
Dr. (chan). Christin juga turut mengakui dedikasi Gracelyn dalam penelitian ini. Riset baterai padat berbasis pati ini disebut yang pertama di Indonesia, dan memiliki potensi kuat untuk dikembangkan ke skala industri.
"Yang luar biasa, sepanjang penelitian Gracelyn menunjukkan antusiasme dan kemampuan adaptasi yang tinggi, bahkan mengoptimalkan parameter proses untuk menghasilkan membran yang dapat berfungsi secara efektif dalam sistem baterai," tuturnya.
Dalam prosesnya, tim peneliti mengembangkan material biopolimer terbarukan menggunakan metode sintesis berenergi rendah dengan pati sebagai komponen dasar berkelanjutan untuk menggantikan pemisah petrokimia.
Pati, yang melimpah dan dapat diperbarui di Indonesia, dipilih karena struktur molekulnya yang mendukung migrasi ion. Pati yang dimodifikasi melalui proses ikatan silang termal (thermal cross-linking) dengan gliserol sebagai plastisizer, kemudian dikeringkan pada suhu 90°C, dan diproses menggunakan metode solution casting.
Penambahan lithium perchlorate akan meningkatkan mobilitas pembawa muatan dan stabilitas termal, menjadikan membran biopolimer hasil riset ini sebagai komponen menjanjikan untuk baterai solid-state, termasuk untuk kendaraan listrik.
"Terlibat dalam setiap tahap dari awal hingga akhir adalah pengalaman luar biasa. Saya belajar bahwa sains bukan hanya tentang hasil, tapi juga tentang memahami kesalahan dan memperbaikinya. Prosesnya sendiri mengajarkan bagaimana kemajuan sejati terjadi," kata Gracelyn.
Dari sisi akademik, Prof. Dr. Mochamad Chalid menekankan pentingnya penelitian ini dalam mendorong pemanfaatan material lokal yang ramah lingkungan dan efisien secara biaya.
"Indonesia menghadapi tantangan besar di bidang energi dan keberlanjutan. Penelitian ini bernilai tinggi karena memanfaatkan sumber daya lokal yang aman dan murah, serta berpotensi menggantikan material impor dalam industri baterai nasional," katanya.
Ia menambahkan, sifat-sifat utama dari membran biopolimer hasil rekayasa ini bahkan melampaui beberapa produk komersial yang ada. Untuk itu, penelitian direncanakan dilanjutkan ke tahap uji reproduktibilitas dan skala industri, agar dapat diterapkan dalam sistem baterai nasional.
Prof. Chalid menegaskan, tanggung jawab melindungi bumi adalah tanggung jawab bersama.
"Planet ini bukan warisan, melainkan pinjaman dari generasi berikutnya. Semangat yang ditunjukkan anak muda seperti Gracelyn adalah contoh nyata bahwa kontribusi ilmiah yang bermakna dapat dimulai dari langkah kecil namun berdampak besar," pungkas Prof. Chalid.
Penelitian ini sekaligus menunjukkan kapasitas generasi muda Indonesia dalam berpartisipasi di inovasi ilmiah berskala global, yang juga menjadi langkah konkret menuju kemandirian nasional dalam teknologi baterai berkelanjutan.
Melalui pengembangan lebih lanjut, temuan ini dapat mendukung produksi baterai ramah lingkungan untuk industri kendaraan listrik Indonesia ke depannya, serta memperkuat posisi bangsa dalam gerakan global menuju energi berkelanjutan.
(rea/rir)

2 hours ago
1
















































