Jakarta, CNN Indonesia --
Bank BJB buka suara soal Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Dicky Syahbandinata yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit PT Sritex.
Corporate Bank BJB Ayi Subarna mengatakan Dicky Syahbandinata sudah tidak lagi menjadi pegawai Bank BJB sejak April 2023.
Meski demikian, pihaknya menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berlangsung dan menghargai langkah-langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam menegakkan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehubungan dengan proses hukum yang berjalan, kami akan kooperatif dengan proses hukum yang berlaku guna mendukung kelancaran proses hukum. Kami percaya bahwa proses hukum akan berlangsung secara objektif, profesional, dan adil," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (21/5).
Ayi menjelaskan bahwa saat ini seluruh aktivitas operasional dan layanan Bank BJB tetap berjalan normal. Bank juga berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
"Sebagai lembaga perbankan yang menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), Bank BJB senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam setiap aspek operasional, termasuk dalam proses penyaluran kredit dan kerja sama dengan
pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit PT Sritex. Mereka adalah Direktur Utama Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa, Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata, dan Direktur Utama PT Sritex periode 2005-2022 Iwan Setiawan Lukminto.
Tim penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit bank pemerintah kepada PT Sritex dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,5 triliun.
Nilai tersebut terdiri dari kredit dari Bank Jateng sebesar Rp395,6 miliar, Bank BJB sebesar Rp543,9 miliar, dan Bank DKI Rp149,7 miliar. Selain itu, Sritex juga memiliki tagihan kredit sebesar Rp2,5 triliun dari bank sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI.
Kejagung menduga,pemberian kredit kepada PT Sritex dilakukan secara melawan hukum dan menyebabkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp692,9 miliar dari total tagihan Rp3,5 triliun.
"Bahwa akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum tersebut yang dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rezeki Ismanti BK telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 692.908.592.122 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3,58 triliun," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar.
(fby/agt)