Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid berkomitmen mendukung aparat dalam proses hukum yang tengah berlangsung terkait kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Bahkan, pihaknya akan membentuk tim internal untuk membenahi tata kelola proyek pusat data nasional.
"Kementerian mendukung penuh proses hukum, dan kami segera membentuk tim evaluasi internal untuk melakukan pembenahan menyeluruh terkait tata kelola proyek pusat data," ujar Meutya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (22/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Meutya disampaikan menyusul penetapan lima tersangka oleh Kejaksaan dalam kasus PDNS, termasuk seorang mantan pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan," lanjutnya.
Ia menegaskan komitmen terhadap kedaulatan digital nasional tidak boleh terganggu oleh kasus itu.
Komdigi juga akan memastikan seluruh anggaran publik digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, dengan prinsip integritas sebagai fondasi utama.
"Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas. Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan," tegas Meutya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) sebelumnya menjerat lima tersangka termasuk mantan dirjen di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang telah berganti nama menjadi Kemkomdigi, pada kasus dugaan korupsi proyek PDN.
Kajari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra mengungkapkan kasus ini bermula ketika ada Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN). Hal itu dilakukan agar pengelolaan data terintegrasi secara mandiri.
"Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional," ujar Safrianto dalam keterangan yang dikutip dari Detik, Kamis (22/5).
Namun, pada 2019, Kominfo membentuk Pusat Data Nasional yang bersifat sementara, di mana hal itu bertentangan dengan perpres tersebut. Ternyata, pembentukan PDNS tersebut diduga hanya akal-akalan tersangka demi keuntungan masing-masing.
Kelima tersangka yang dimaksud, pertama, Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024.
Kedua, Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
Ketiga, Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024,
Keempat, lfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023 Kelima, Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Safrianto mengatakan proyek PDNS ini menelan biaya Rp 959.485.181.470. Rinciannya yakni:
- Tahun 2020 Rp 60.378.450.000,
- Tahun 2021 Rp 102.671.346.360
- Tahun 2022 Rp 188.900.000.000
- Tahun 2023 Rp 350.959.942.158
- Tahun 2024 Rp 256.575.442.952
(sfr)