Resensi Buku: Breakneck - China's Quest to Engineer the Future

3 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketika membandingkan China dan Amerika Serikat, para pengamat umumnya menyebut China sebagai negara komunis dan Amerika Serikat sebagai negara kapitalis. Sebagai negara kapitalis, Amerika mewakili kepentingan pemodal; sebagai negara komunis China membela pekerja.

Ini salah besar menurut Dan Wang dalam bukunya Breakneck: China's Quest to Engineer the Future. Menurutnya, Partai Komunis China adalah partai kanan yang menyaru sebagai partai kiri.

Di China, buruh dilarang berserikat dan hanya mendapat jaringan pengaman sosial yang minim. Sebaliknya Amerika yang kapitalis memberi kebebasan berserikat dan jaringan hari tua yang jauh lebih dermawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wang adalah pengamat yang mumpuni untuk mengkaji kedua negara. Sebagai analis teknologi China di perusahaan konsultan Amerika Gavekal Dragonomics, dia bekerja di Hong Kong, Beijing dan Shanghai dari 2017-2023.

Wang dilahirkan di Kunming, propinsi Yunnan. Pada usia tujuh tahun, ia dan keluarganya berimigrasi ke Kanada, dan kemudian pindah lagi ke Amerika Serikat ketika dia SMA. Dalam bukunya, dia terkesan mengenal China dan Amerika sama baiknya.

Insinyur membangun, pengacara menghambat

Wang mengajukan argumen meyakinkan bahwa kategorisasi abad ke-20 seperti Komunis, Kapitalis dan Neo-Liberal sudah kedaluwarsa dalam menjelaskan kontras China dan Amerika.

Menurut Wang, perbedaan dasar antara kedua negara adalah China diperintah oleh para insinyur, sedangkan Amerika Serikat adalah negara yang dikuasai pengacara. Implikasi utamanya: Negara Insinyur membangun, Negara Pengacara menghambat.

Argumen Wang lebih subtil dari sekadar mengatakan bahwa Negara Insinyur bagus, sedangkan Negara Pengacara buruk.

Di bawah pemerintahan para insinyur, China mencapai kemajuan fisik luar biasa. Akan tetapi ketika para insinyur ini melakukan rekayasa sosial, mereka menciptakan bencana untuk rakyatnya sendiri.

Sedangkan Amerika Serikat menjadi Negara Pengacara sebagai reaksi atas pembangunan fisik pada pada tahun 1960an-1970an yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan sehingga membuat geram masyarakat dan menghasilkan para pemimpin lulusan Fakultas Hukum yang dipilih karena keahlian mereka mengendalikan dampak buruk pembangunan.

Sebaliknya para pemimpin tertinggi RRT di Biro Politik (Politburo) Partai Komunis China hampir semua insinyur. Sekjen Partai Komunis Xi Jinping adalah Insinyur Teknik Kimia lulusan Universitas Tsinghua, salah satu universitas terbaik di China. Pendahulunya, Hu Jintao, adalah insinyur lulusan Uni Soviet.

Fondasi supremasi para insinyur ini diletakkan oleh Deng Xiaoping yang memulai liberalisasi ekonomi China pada tahun 1978 sebagai koreksi terhadap salah urus kepemimpinan Mao Zedong.

Wang memberi contoh bagus tentang kehebatan Negara Insinyur dan kelemahan Negara Pengacara dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Proyek High Speed Rail (HSR) San Francisco - Los Angeles dan proyek HSR Beijing-Shanghai kira-kira meliputi jarak yang sama dan sama dan sama-sama disetujui pada tahun 2008.

Proyek HSR San Francisco - Los Angeles sampai sekarang belum ada tanda-tanda selesai, sementara proyek HSR Beijing - Shanghai selesai pada tahun 2011.

Lebih hebatnya lagi, panjang jaringan HSR China melebihi total panjang jaringan HSR Spanyol dan Jepang, yang masing-masing berada di peringkat kedua dan ketiga di dunia.

Wang juga menyebutkan betapa pesatnya pembangunan jalan tol antar provinsi China yang dimulai pada tahun 1993 (sebagai perbandingan tol Jagorawi diresmikan pada tahun 1978).

Sekarang jaringan jalan tol China dua kali lebih panjang daripada jaringan jalan tol Amerika Serikat. Keunggulan China dari Amerika Serikat juga bisa dilihat antara lain dari kapasitas pelabuhan, pembangkit listrik tenaga surya.

Wang bercerita tentang pengalamannya naik HSR sambil membawa sepeda dari Shanghai ke Guizhou, provinsi di China barat daya yang tergolong terbelakang. Wang takjub dengan kehebatan para insinyur China membangun jaringan HSR menembus pegunungan dan melintasi lembah yang dalam.

Jalanan yang dia lalui ketika bersepeda di Guizhou juga mulus. Dari pembicaraan dengan penduduk setempat, dia menangkap kebanggaan mereka atas kemajuan pembangunan negara mereka.

Di sisi lain, di bukunya dia juga mencatat proyek-proyek arahan pemerintah yang akhirnya tak terpakai atau terbengkalai, seperti beberapa bandar udara di Guizhou dan distrik finansial di Tianjin.

Xi Jinping menekankan pentingnya membangun infrastruktur dan industri manufaktur dalam memajukan perekonomian China. Wang berpendapat pemerintah China tidak akan membiarkan negaranya mengalami de-industrialisasi seperti yang terjadi di Amerika, karena de-industrialisasi perlahan akan melemahkan penguasaan teknologi.

Aspek terpenting dari teknologi menurut Wang adalah process knowledge, pengetahuan atas proses manufaktur yang terus diasah selama terdapat industri manufaktur.

Contohnya adalah ketika Apple menunjuk Foxconn sebagai pabrikan iPhone di Shenzhen yang kemudian melahirkan jaringan pabrikan luas yang berkembang ke industri-industri lain seperti pabrik mobil listrik BYD.

Produk Apple memang dirancang di Kalifornia, tapi pembuatan produk-produknya di Shenzhen dan kota-kota lain menjadi benih penyebaran teknologi di China.

Kelemahan Negara Insinyur

Sebaliknya, Xi Jinping membenci sektor finansial, kripto, media sosial, e-commerce dan semacamnya, sektor-sektor perekonomian yang dianggapnya semu, mendorong konsumsi, dan tidak berguna bagi tujuan strategis jangka panjang China.

Sebagai contoh, Xi Jinping melarang Ant Financial milik Jack Ma melakukan IPO, mengekang sektor real-estate, dan melarang industri bimbingan belajar. Dengan kekuasaan mutlaknya, Xi Jinping dalam sekejap membuat industri-industri ini mati suri. Efeknya adalah ketakutan, ketidakpastian, dan frustasi di kalangan bisnis.

Tanpa kekangan lembaga hukum maupun masyarakat, pemerintah China dengan sepihak dapat menentukan mana sektor usaha yang patut hidup, dan mana yang akan dibiarkan layu.

Yang lebih mengerikan lagi bagi Wang adalah ketika Negara Insinyur melakukan rekayasa sosial.

Contoh terburuk adalah pemaksaan kebijakan satu anak yang berlangsung kira-kira dari 1980 sampai 2015 untuk mengendalikan jumlah penduduk. Jutaan perempuan China dimandulkan, dipaksa melakukan pengguguran pada trimester tiga, bahkan membunuh bayi-bayi yang baru lahir.

Menurut Wang, pemaksaan negara ini juga terjadi karena kepercayaan berlebihan para pemimpin China pada proyeksi pertumbuhan penduduk dari seorang insinyur pakar rudal, dan mengabaikan masukan dari pejabat-pejabat lokal partai maupun para ilmuwan sosial tentang dampak buruk kebijakan tersebut, terutama bagi penduduk pedesaan.

Sejak kebijakan satu anak dicabut pada 2016, pemerintah China berusaha melakukan rekayasa sosial yang sebaliknya. Aparat dan propaganda negara sekarang dikerahkan agar wanita melahirkan tiga anak.

Ketika COVID melanda, Wang juga merasakan betapa ketatnya pengawasan yang dilakukan negara pada penduduk Shanghai, sehingga menimbulkan perlawanan masyarakat yang jarang dijumpai di China.

Refleksi bagi Indonesia

Dengan segala kelemahan sistem pemerintahan China, capaian negara itu dalam bidang teknologi, ekonomi dan mengurangi kemiskinan masih menakjubkan.

Bagi saya, aspek paling mengagumkan dari perkembangan ekonomi China adalah singkatnya rentang waktu antara liberalisasi ekonomi yang dimulai Deng Xiaoping pada tahun 1978 hingga China menjadi negara adidaya sekarang ini.

Sebagai contoh, Shenzhen pada 1980-an hanya lah sebuah pemukiman petani dan nelayan, sekarang ia menjadi pusat industri dunia.

Di awal liberalisasi ekonominya, China cuma menghasilkan barang pabrikan sederhana seperti pakaian dan sepatu. Sekarang semua sektor industri dalam klasifikasi PBB, ada di China.

Betapa cepatnya tenaga kerja di China menyerap dan menyempurnakan teknologi. China sering dituduh mencuri teknologi negara lain, seperti teknologi High Speed Rail yang awalnya berasal dari teknologi Jepang dan Prancis. Dalam sejarah, China bukan satu-satunya negara yang melakukan pencurian teknologi.

Industri tekstil AS pada abad ke-19 maju pesat setelah mencuri teknologi Inggris. Namun mencuri atau mempelajari teknologi orang lain juga memerlukan keahlian.

Dugaan saya, kemampuan tenaga kerja China untuk menyerap dan memperbaiki teknologi dimungkinkan oleh sistem pendidikannya. Dengan pendidikan yang baik, tenaga kerja China mudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

Resensi buku ini ditulis oleh Anton Alifandi, Risk Analyst yang tinggal di London.

(vws)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |