Taktik Usang DJP Pungut Pajak Sampai Dicap 'Berburu di Kebun Binatang'

2 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menyebut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) hanya "berburu di kebun binatang" dalam urusan pemungutan pajak.

Mari Elka menyoroti rasio pajak Indonesia hanya 8,4 persen pada semester I 2025. Padahal, capaian tax ratio di kawasan ASEAN bisa tembus 16 persen.

Pada saat bersamaan, DJP hanya memungut pajak dari orang yang itu-itu saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Fakta bahwa targetnya (DJP Kemenkeu) adalah revenue, itu berarti 'berburu di kebun binatang'. Anda melakukan intensifikasi, tidak bekerja, hanya memungut pajak dari orang sama yang akan membayar lebih banyak," kata Mari pada Indonesia Update di YouTube ANU Indonesia Project, Jumat (12/9).

Ia melihat ada potensi rasio pajak Indonesia bisa naik 2,7-3,7 persen. Hal itu hanya bisa tercapai bila DJP lebih kreatif dalam merumuskan kebijakan pajak.

Mari Elka mencontohkan penarikan pajak kekayaan dari orang-orang kaya. Bisa juga dengan menaikkan kepatuhan pajak masyarakat.

Ia juga menyoroti potensi pajak dari UMKM. Menurutnya, ambang batas kena pajak UMKM Rp4,8 miliar per tahun terlalu tinggi. Mari paham kebijakan satu ini sulit secara politik, tetapi harus dilakukan agar tak ada kebocoran pajak.

"Sebenarnya kita bisa kembali ke angka 16 persen (tax ratio) jika menerapkan semua kebijakan itu," ujarnya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Rosmauli merespons kritik itu dengan menjelaskan DJP terus berupaya meningkatkan kepatuhan pajak secara komprehensif.

DJP juga berupaya meningkatkan kinerja perpajakan Indonesia dilakukan melalui dua cara, yakni ekstensifikasi serta intensifikasi. Mereka pun memetakan wajib pajak berdasarkan kepatuhan dan risikonya terhadap fiskal.

"Tidak terbatas pada wajib pajak yang sudah terdaftar, melainkan juga pada calon wajib pajak masa depan," ucap Rosmauli saat dimintai konfirmasi CNNIndonesia.com soal kritik 'berburu di kebun binatang', Kamis (18/9).

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda sepakat dengan pernyataan Mari Elka Pangestu. Ia menilai strategi perpajakan DJP itu-itu saja.

Ia menyebut subjek pajak dipaksa membayar pajak dengan tambahan terus-menerus. Menurutnya, DJP hanya mencari pendapatan atau objek pajak lainnya dari subjek pajak yang sama.

"Kebijakan perpajakan selama ini seperti jalan di tempat ketika tidak ada inisiatif baru dari DJP untuk melakukan perluasan basis pajak," ujar Huda kepada CNNIndonesia.com, Jumat (19/9).

Huda berpendapat kebijakan intensifikasi pajak memang boleh-boleh saja dilakukan. Namun, sebaiknya DJP menerapkan keadilan.

Ia mencontohkan pembedaan pemberlakuan tarif pajak penghasilan (PPh) badan yang berbeda dari aktivitas ekonomi ekstraktif dan nonekstraktif.

Huda mengatakan DJP sebaiknya melakukan kebijakan ekstensifikasi. Ia meminta otoritas pajak menambah basis pajak baru.

"Misalkan yang tadinya belum dipajaki, seperti tambang ilegal. Itu harus mengarah ke sana. Jadi subjek pajaknya diperbesar," ucap Huda.

Celios juga pernah mengusulkan 10 pajak baru yang bisa digarap pemerintah untuk menambah penerimaan negara hingga Rp288 triiun. Pajak-pajak itu sebagai berikut:

  • Pajak kekayaan dari 50 orang terkaya Indonesia: Rp81,6 triliun
  • Pajak karbon: Rp76,4 triliun
  • Pajak produksi batu bara: Rp66,5 triliun
  • Pajak windfall profit dari sektor ekstraktif: Rp50 triliun
  • Pajak penghilangan keanekaragaman hayati: Rp48,6 triliun
  • Pajak digital: Rp29,5 triliun
  • Peningkatan tarif pajak warisan: Rp20 triliun
  • Pajak kepemilikan rumah ketiga: Rp4,7 triliun
  • Pajak capital gain: Rp7 triliun
  • Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK): Rp3,9 triliun

Sementara itu, pengamat pajak Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai tidak perlu ada penambahan pajak baru. Ia berkata pemerintah sudah menerapkan 21 jenis pajak saat ini.

Lima pajak di antaranya dikelola oleh DJP. Ia mencatat total target penerimaan pajak di DJP sudah mencapai 72,85 persen dari total pendapatan pajak di UU APBN 2025.

"Tugas utama DJP adalah membangun voluntary compliance dengan paradigma service and trust. DJP memberikan pelayanan terbaik bagi wajib pajak (WP) sehingga WP akan terus meningkatkan kepatuhan pajaknya. Pada akhrinya, pembayaran pajak dilakukan secara sukarela agar penerimaan negara bertambah," kata Prianto kepada CNNIndonesia.com, Jumat (19/9).

Menurutnya, penambahan jenis pajak baru juga tidak semudah yang dibicarakan. Penambahan itu harus dilakukan melalui revisi undang-undang, tak bisa hanya keputusan DJP.

Jika penambahan jenis pajak telah dilakukan lewat revisi UU pun, DJP tetap harus mengoptimalisasi penerimaan pajak dari masyarakat. Prianto mengatakan intensifikasi tetap menjadi hal wajib yang harus dilakukan DJP.

"Secara jelas terlihat bahwa ekstensifikasi menjadi awal dari proses intensifikasi. Proses pemungutan pajak akan lebih banyak di intensifikasi terhadap wajib pajak yang sudah ada," ujarnya.

[Gambas:Video CNN]

(sfr)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |