Wacana kenaikan tarif ojek online (ojol) dari 8 hingga 15%. (Foto: Okezone.com/MPI)
JAKARTA – Wacana kenaikan tarif ojek online (ojol) dari 8 hingga 15% terus menjadi sorotan masyarakat dan driver. Potensi perubahan harga ini akan memberikan dampak berantai yang signifikan terhadap seluruh ekosistem transportasi online, mulai dari para pengemudi, pengguna jasa, hingga perusahaan penyedia aplikasi.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan bahwa usulan kenaikan tarif ini masih berada dalam tahap kajian mendalam. Sikap kehati-hatian diambil mengingat kompleksitas dan potensi implikasi yang ditimbulkan, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.
Kemenhub berupaya untuk menemukan titik keseimbangan yang adil bagi semua pihak, sehingga kebijakan yang diambil nantinya tidak memberatkan salah satu pihak.
Ekonom Piter Abdullah menilai, kekhawatiran bahwa kenaikan tarif ojol yang diwacanakan belum tentu akan memberikan keuntungan langsung bagi para pengemudi cukup beralasan.
Menurut analisisnya, peningkatan biaya perjalanan justru dapat menyebabkan penurunan minat dari sisi penumpang, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pengurangan jumlah order dan berimbas pada pendapatan para driver.
Piter Abdullah lebih lanjut mempertanyakan esensi atau tujuan utama di balik rencana kenaikan tarif ini. Ia menekankan perlunya kejelasan apakah kenaikan tersebut semata-mata bertujuan untuk menambah beban finansial bagi penumpang, atau justru dirancang untuk secara konkret menjamin peningkatan pendapatan yang lebih stabil dan berkelanjutan bagi para driver ojol. Tanpa tujuan yang jelas, kenaikan tarif bisa menjadi bumerang.
Lebih lanjut, Piter juga menyoroti pentingnya kajian komprehensif mengenai efek domino yang ditimbulkan, baik dari kenaikan maupun penurunan tarif. Menurutnya, jika tarif diturunkan, risiko kerugian akan bergeser ke pihak pengemudi. Sebaliknya, apabila tarif dinaikkan, ada potensi besar penurunan jumlah penumpang, yang secara akumulatif dapat menyebabkan penurunan pendapatan bagi driver sekaligus perusahaan aplikasi.