Yusril: Keputusan Mendagri Picu Kehebohan 4 Pulau Aceh-Sumut

6 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang memicu kehebohan kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara.

Tito mengeluarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) terkait kode wilayah administrasi yang mencantumkan keempat pulau tersebut dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Sebelumnya, empat pulau itu masuk wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Aceh.

"Keputusan Mendagri (Kepmendagri) inilah yang memicu kehebohan beberapa hari terakhir ini. Saya berpendapat Kepmendagri ini nanti harus direvisi segera setelah terbitnya Permendagri yang mengatur tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Selasa (17/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga saat ini, Yusril mengungkapkan belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Yusril menambahkan pemerintah pusat dapat menerbitkan Permendagri setelah kedua kabupaten dan provinsi duduk bersama untuk mencari solusi. Jika tidak tercapai kesepakatan, persoalan dapat diserahkan kepada pemerintah pusat.

"Untuk menerbitkan Permendagri tentang tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah ini, kedua kabupaten dan kedua provinsi, Aceh dan Sumut, harus duduk satu meja menyelesaikannya. Kalau tidak bisa selesai, mereka dapat menyerahkan kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikannya," ucapnya.

Yusril menekankan Presiden memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan.

"Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan negara yang tertinggi menurut UUD 1945. Presiden Prabowo berwenang untuk memutuskan perselisihan status keempat pulau, jika Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara tidak dapat mencapai titik penyelesaian dan menyerahkannya kepada Presiden untuk mengambil keputusan," kata Yusril.

Keputusan Presiden itu nantinya dapat dituangkan dalam bentuk Instruksi Presiden kepada Mendagri untuk menindaklanjuti melalui penerbitan Permendagri terkait tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.

"Mendagri, sesuai amanat UU Pemda, menerbitkan Peraturan Mendagri mengenai tapal batas laut antara Kabupaten Aceh Singkil di Aceh dan Kabupaten Tapanuli Tengah di Sumut. Dengan demikian, permasalahan keempat pulau antara Aceh dan Sumut selesai," terang Yusril.

Perjanjian Helsinki tak bisa jadi dasar

menjelaskan perjanjian Helsinki dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak dapat dijadikan referensi utama dalam menentukan status kepemilikan empat pulau tersebut.

Keempat pulau dimaksud yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

"Sederhana saja, perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara," ujarnya.

Yusril menjelaskan UU 24/1956 hanya menyebutkan Provinsi Aceh terdiri dari beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.

Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956.

Keempat pulau itu, kata Yusril, tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki.

Oleh karena itu, Yusril menilai kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan.

Meskipun, UU 24/1956 telah dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.

"Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah kata pun disebutkan baik dalam UU 24/1956 maupun dalam MoU Helsinki, karena itu saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU 24/1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan," kata Yusril.

Menurut dia, penyelesaian batas wilayah, baik darat maupun laut antar daerah, harus merujuk pada Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU 9/2015.

Dalam praktiknya, beberapa Undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.

"Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja," kata Yusril.

"Selanjutnya UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri," imbuhnya.

(fra/mnf/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |