Demi Turunkan Berat Badan, Pria Ini Tidak Makan Selama 382 Hari

4 days ago 11

Jakarta, CNN Indonesia --

Menahan lapar beberapa jam saja sudah menyiksa, bagaimana dengan yang menahan lapar selama setahun lebih? Seorang pria Skotlandia menjalani diet ekstrem demi menurunkan berat badan. Usahanya pun tak sia-sia. 

Bayangkan Anda melewatkan makan malam. Perut keroncongan mulai terasa, kepala sedikit pusing, dan Anda mulai menghitung menit menuju waktu makan berikutnya.

Sekarang bayangkan tidak makan apa pun, bukan selama satu hari atau seminggu, tapi selama 382 hari penuh. Itulah yang dilakukan Angus Barbieri, pria berusia 27 tahun dari Skotlandia, yang mencatat sejarah medis dengan puasa terpanjang sepanjang masa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 1965, Barbieri memasuki Royal Infirmary of Dundee, sebuah rumah sakit di Skotlandia, dengan berat badan mencapai 207 kilogram. Ia muak dengan kondisinya sendiri.

Bukan hanya tidak nyaman secara fisik, ia juga merasa kehidupan sosial dan kesehatannya terganggu oleh obesitas yang parah. Dengan tekad bulat, ia berkata kepada tim medis bahwa ia ingin berhenti makan total, bukan hanya diet rendah kalori, tapi benar-benar tanpa makanan sama sekali.

Tim dokter awalnya mengira puasa Barbieri hanya akan berlangsung beberapa hari. Namun, ketika hari berganti minggu, lalu menjadi bulan, mereka terkejut melihat ketekunan pasien tersebut.

Untuk menjaga tubuhnya tetap berfungsi, Barbieri diberikan suplemen seperti multivitamin, kalium, natrium, dan ragi. Ia juga rutin melakukan tes darah dan menginap di rumah sakit secara berkala untuk pemantauan intensif.

Selama lebih dari satu tahun itu, sumber energinya hanya berasal dari lemak tubuhnya sendiri. Tubuh Barbieri perlahan beradaptasi dengan mode kelaparan.

Untuk mencegah dehidrasi dan menjaga stamina, ia hanya mengonsumsi minuman tanpa kalori seperti teh hitam, kopi hitam, dan air soda. Dalam delapan bulan terakhir, kadar gula darahnya memang sangat rendah sekitar 2 mmol/l, namun secara mengejutkan, tubuhnya tetap stabil dan tidak mengalami komplikasi serius.

Mencapai berat 'ideal'

Pada bulan-bulan terakhir puasanya, ia mulai menambahkan sedikit gula atau susu ke dalam minumannya. Dan untuk pertanyaan yang mungkin muncul di kepala Anda, ya, ia tetap buang air besar meski hanya setiap 40 hingga 50 hari.

Akhirnya, pada hari ke-382, Barbieri menghentikan puasanya setelah berat badannya turun drastis sebanyak 125 kilogram. Beratnya menjadi sekitar 81 kilogram, angka yang ia sebut sebagai 'berat ideal'.

Momen pertama ia kembali makan pun menjadi sesuatu yang emosional, sebuah telur rebus dengan sepotong roti dan mentega.

"Saya benar-benar menikmati telur saya dan saya merasa sangat kenyang," katanya kepada wartawan saat itu, mengutip Time of India.

Ilustrasi Minum Air PutihIlustrasi. Selama setahun lebih, Barbieri tidak makan dan hanya minum minuman tanpa kalori. Kemudian agar tubuh tetap berfungsi, ia diresepkan multivitamin, kalium, natrium, dan ragi oleh tim dokter. (Shutterstock)


Lima tahun kemudian, Barbieri dilaporkan tetap berada pada berat badan sehat, sekitar 89 kilogram.

Meskipun tidak memicu komplikasi serius pada tubuhnya, apa yang dilakukan Barbieri tergolong kasus langka dan ekstrem dalam sejarah medis.

Para ahli menekankan bahwa eksperimen semacam ini hanya dilakukan karena Barbieri memiliki kadar lemak tubuh sangat tinggi, yang memungkinkan tubuhnya bertahan tanpa makanan untuk waktu yang lama.

Namun, puasa ekstrem semacam ini sangat berbahaya bagi orang dengan berat badan normal atau kondisi medis tertentu.

Mengutip Diabetes UK, studi-studi dari era 1960-an masa ketika puasa jangka panjang sedang diteliti secara intens menunjukkan bahwa beberapa pasien mengalami gagal jantung dan bahkan meninggal akibat kelaparan. Itulah sebabnya, praktik puasa berkepanjangan ini tidak direkomendasikan tanpa pengawasan medis yang ketat.

Sebaliknya, bentuk puasa modern seperti intermittent fasting terbukti lebih aman dan memberikan manfaat kesehatan seperti penurunan berat badan, peningkatan sensitivitas insulin, dan pemulihan sel. Namun tetap saja, perubahan pola makan drastis sebaiknya dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter.

(tis/els)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |