Pengamat Angkat Bicara Soal Bank Dunia yang Sebut 60% Warga RI Miskin

5 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pengamat ekonomi dan perbankan dari Bina Nusantara (Binus) University, Doddy Ariefianto menilai bahwa ada interpretasi yang keliru atas laporan Macro Poverty Outlook dari Bank Dunia baru-baru ini yang menyebutkan 6 dari 10 orang Indonesia adalah miskin.

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah US$6,85 per hari, atau sekitar Rp108 ribu. Bank Dunia sendiri memiliki tiga pengukuran kemiskinan global, masing-masing US$2,15 per hari untuk kemiskinan ekstrem, US$3,65 per hari sebagai standar untuk negara berpendapatan menengah bawah, dan US$6,85 per hari sebagai standar negara menengah atas.

Doddy mengaku lebih sepakat dengan penggunaan standar US$3,65 per hari. Angka 60,3 persen ditegaskan tidak mengacu pada kemiskinan absolut, melainkan terhadap standar garis pengeluaran untuk negara berpendapatan menengah atas seperti China.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Angka 60 persen lebih itu lumayan kontroversial, mendekati label negara gagal. Kita bukan negara gagal dan insyaAllah tidak menuju ke sana," kata Doddy, Kamis (15/5).

Menurutnya, mendefinisikan kemiskinan tidak semata soal angka pengeluaran harian. Ada hal-hal lain yang tak kalah penting, seperti akses terhadap kebutuhan dasar.

Doddy menambahkan, Indonesia telah berhasil membangun sejumlah sistem perlindungan sosial yang cukup kuat, seperti BLT, BPJS Kesehatan, dan berbagai subsidi.

"Buat apa punya income US$10 per hari kalau beras sulit ditemukan di pasar?" katanya.

Doddy menyebut, laporan Bank Dunia itu menandai bahwa Indonesia tengah memasuki fase transisi menuju kelompok negara yang lebih makmur. Meski masih ada banyak pekerjaan rumah, tetapi baginya, arah perubahan tersebut sudah benar, antara lain lewat berbagai program strategis untuk mempercepat pengentasan kemiskinan.

Program-program itu termasuk bantuan sosial, penciptaan lapangan kerja, perluasan akses pendidikan dan layanan kesehatan, hingga program makan bergizi gratis di sekolah menjadi prioritas. Doddy meyakini, langkah ini akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya di kelompok bawah dan rentan.

Terlebih, Indonesia baru naik kelas sebagai negara berpendapatan menengah pada 2023. Secara fungsional dan sosial, standar US$3,65 disebut masih relevan digunakan untuk mengukur kemiskinan di dalam negeri saat ini. Dengan standar tersebut, tingkat kemiskinan Indonesia pada 2024 hanya 15,6 persen, atau sekitar 44 juta jiwa.

Kemudian, jumlah warga yang hidup dalam kemiskinan ekstrem tinggal 1,3 persen. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024 mencatatkan jumlah penduduk miskin sebanyak 24,06 juta jiwa, menurun dari 25,22 juta pada Maret sebelumnya dan memperlihatkan bahwa secara umum, kesejahteraan masyarakat Indonesia membaik dan tren kemiskinan terus menurun.

"Kesimpulannya, klaim bahwa 6 dari 10 orang Indonesia tersebut tidak tepat karena menggambarkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum mencapai standar konsumsi negara maju, bukan bahwa mereka miskin dalam pengertian umum," pungkas Doddy.

(rea/rir)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |