Masih Adakah Hujan di Bulan Juni? Ini Kata BMKG

1 day ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Bulan Juni identik dengan musim kemarau. Namun, musim kemarau tahun ini sedikit berbeda, karena cenderung basah dibanding kering.

Lantas, apakah masih ada hujan selama di bulan Juni ini?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap dalam beberapa hari terakhir sejumlah wilayah mengalami hujan dengan intensitas tinggi. Kondisi hujan di musim kemarau ini disebut dengan kemarau basah.

BMKG menjelaskan saat ini sebagian besar wilayah masih menunjukkan pola peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau pancaroba. Pada periode ini, pola cuaca umumnya cenderung cerah berawan pada pagi hingga menjelang siang hari, lalu berubah menjadi hujan disertai petir pada sore hingga malam hari.

BMKG memprediksi sebanyak 185 ZOM (26 persen wilayah) bakal mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal.

"Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya," demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia.

Kemarau basah didefinisikan sebagai kondisi saat curah hujan tetap tinggi di musim kemarau. Secara klimatologis, musim kemarau di Indonesia terjadi dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan.

Namun saat kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter per bulan.

Daerah-daerah yang diprediksi bakal mengalami kemarau basah meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.

Fenomena kemarau basah dipengaruhi oleh dinamika atmosfer regional dan global, seperti suhu muka laut yang lebih hangat, angin monsun yang tetap aktif, atau keberadaan La Nina yang turut disertai Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.

Fenomena-fenomena ini membuat hujan masih turun di sejumlah wilayah meski sudah masuk musim kemarau.

Dalam laman resminya, BMKG mengatakan kemarau basah atau sifat atas normal masih akan berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia pada Juni hingga Agustus 2025.

BMKG memprediksi sebanyak 56,54 persen wilayah Indonesia akan mengalami kondisi lebih basah daripada normalnya. Kemudian, pada Juli 2025, kemarau basah diperkirakan meluas ke 75,3 persen wilayah, dan Agustus sebanyak 84,94 persen.

BMKG mencatat sepekan terakhir sejumlah wilayah mengalami hujan sangat lebat (100-150 mm/hari) hingga hujan ekstrem (>150 mm/hari) yang memicu bencana hidrometeorologi.

Hujan sangat lebat hingga ekstrem tercatat pada tanggal 28 Mei di Stasiun Meteorologi Sultan Bantilan, Sulawesi Tengah dengan curah hujan ekstrem sebesar 193.2 mm/hari.

Hujan sangat lebat juga tercatat di beberapa lokasi lainnya, antara lain Stasiun Meteorologi Torea, Papua Barat (83.5 mm/hari) pada 24 Mei, Stasiun Meteorologi Maritim Tegal, Jawa Tengah (83.2 mm/hari) pada 26 Mei, dan Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut, Kalimantan Tengah (83.0 mm/hari) pada 27 Mei.

Pengaruh fenomena atmosfer

Sejumlah fenomena atmosfer disebut ikut mempengaruhi hujan intensitas tinggi dalam beberapa hari terakhir. Di antaranya adalah Madden-Julian Oscillation (MJO) yang terpantau berada pada fase 4 dan berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan, terutama di bagian barat Indonesia.

Selain itu, gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial, Low Frequency, dan Kelvin diperkirakan akan terus aktif selama sepekan mendatang, berpotensi mempengaruhi pola cuaca di berbagai daerah.

Labilitas atmosfer skala lokal di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan turut meningkatkan mekanisme konvektif yang mampu membentuk awan-awan hujan pada skala lokal di Indonesia bagian selatan.

Kemudian, interaksi skala regional yang dipengaruhi oleh terbentuknya front dingin di Australia bagian selatan, secara tidak langsung ikut memicu terbentuknya sirkulasi siklonik/sistem tekanan rendah di wilayah selatan Indonesia.

"Mengingat sifat dinamis atmosfer yang sangat mudah berubah, masyarakat diimbau untuk selalu menjaga kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem," ujar BMKG.

(dmi/dmi)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |