RI Punya 30 Ribu Tanaman Obat, Siap Jadi Raja Herbal Dunia

3 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia punya modal besar untuk menjadi raja herbal dunia. Dengan lebih dari 30 ribu jenis tumbuhan dan 9.600 di antaranya memiliki khasiat obat, kekayaan alam Nusantara seharusnya bisa menjadi sumber kekuatan ekonomi dan kesehatan berbasis kearifan lokal.

Harapan ini disampaikan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar dalam acara Annual Meeting World Health Organization-International Regulatory Cooperation of Herbal Medicine (WHO-IRCH) ke-16 di Jakarta Selatan, Selasa (14/10).

"Indonesia punya potensi besar merajai dunia untuk herbal medicine. Bukan hanya raja di negeri sendiri, tapi merajai dunia," kata Taruna mengutip Detik Health.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taruna mengungkapkan, dari ribuan tanaman berkhasiat obat, baru sekitar 18 ribu herbal yang terdaftar resmi. Lebih lanjut, hanya 71 herbal yang telah menjadi obat herbal terstandar (OHT) dan 20 herbal yang berstatus fitofarmaka.

"Dari herbal terstandar ini, nanti bisa berpotensi menjadi obat. Kita tahu kan bahan baku kita masih 94 persen dari impor. Ini semua bisa dikembangkan," ujarnya.

BPOM, kata Taruna, telah menyiapkan strategi Academic, Business, Government (ABG) untuk memperkuat riset dan pengembangan herbal dalam negeri. Strategi ini mencakup kolaborasi antara akademisi, pelaku usaha, dan pemerintah agar inovasi herbal Indonesia bisa bersaing di tingkat global.

"Kami menyediakan regulasi dan pedoman untuk memastikan kepatuhan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu. BPOM juga terus mendorong integrasi obat tradisional ke dalam sistem kesehatan nasional," sambungnya.

Kunyit dan kina, andalan yang belum dimaksimalkan

Dari sekian banyak tanaman herbal, Taruna menyoroti dua jenis yang paling potensial, yakni kunyit dan batang kina.

Batang kina selama ini dikenal sebagai bahan baku obat malaria, sedangkan kunyit mengandung kurkumin, zat aktif yang memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, dan bahkan berpotensi sebagai anti-kanker.

Sayangnya, kedua bahan herbal ini belum dikelola secara maksimal di dalam negeri. Proses produksinya justru masih bergantung pada negara lain.

"Selama ini batang-batang kina itu kita kirim dulu ke Jerman, ke Eropa, atau ke Belanda. Bahan bakunya terus selesai itu dikirim kembali, jadi harganya bisa ribuan kali lipat," kata Taruna.

Dia menegaskan, jika pengolahan herbal dilakukan di Indonesia, nilai tambahnya akan meningkat signifikan dan ketergantungan terhadap obat impor bisa dikurangi.

"Kalau kita bisa kelola sendiri di sini, kita mampu dari sumber alam ini. Saya yakin secara bertahap potensi ketergantungan obat dari luar negeri itu semakin bisa dikurangi," ujarnya.

Taruna optimistis, dengan kekayaan alam yang melimpah, dukungan riset, dan regulasi yang kuat, Indonesia bisa sejajar dengan Korea yang terkenal dengan ginseng, atau China dengan pengobatan tradisionalnya.

"Jangan hanya Korea yang punya ginsengnya dan China, tapi Indonesia harus tumbuh menjadi potensi besar bahwa Indonesia lebih kaya dari mereka itu," kata Taruna.

Baca selengkapnya di sini

(tis/tis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |