Sri Mulyani Soroti Prinsip My Country First Ganggu Rantai Pasok Dunia

9 hours ago 1

Sri Mulyani Soroti Prinsip My Country First Ganggu Rantai Pasok Dunia

Sri Mulyani menyoroti bagaimana globalisasi dan semangat kerja sama antarnegara telah bergeser . (Foto: Okezone.com)

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 disusun oleh Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming di tengah perubahan fundamental dalam tatanan serta tata kelola dunia.

Menurut Menkeu, penyusunan KEM-PPKF 2026 mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, serta pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Prinsip ini sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045.

Sri Mulyani menyoroti bagaimana globalisasi dan semangat kerja sama antarnegara telah bergeser menjadi fragmentasi dan persaingan sengit. Proteksionisme dan prinsip "My Country First" telah mengancam kerja sama bilateral dan multilateral yang dibangun pasca-Perang Dunia II. Situasi ini, menurutnya, menciptakan gangguan rantai pasok global yang meningkatkan risiko dan biaya transaksi.

"Volatilitas dan ketidakpastian global telah melemahkan kegiatan ekspor, impor, serta mendorong aliran modal keluar (capital outflow), yang pada gilirannya mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi, dan menyebabkan suku bunga global tetap tinggi," papar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR terkait perkembangan APBN, Selasa (20/5/2025).

Menkeu secara khusus menyoroti kebijakan pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat terhadap 145 negara mitra dagangnya yang diumumkan oleh Presiden Trump pada 2 April 2025.

Kebijakan ini, menurutnya, setara dengan tingkat tarif ekstrem tinggi yang pernah diberlakukan Amerika Serikat 125 tahun lalu, seolah memutar balik jarum sejarah dunia ke abad ke-16 hingga ke-18 saat merkantilisme mendominasi. Situasi ini memicu berbagai perubahan tatanan sosial, politik, dan ekonomi di banyak negara.

Meski demikian, Menkeu juga mencatat perkembangan positif dalam dua minggu terakhir, yakni kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Inggris serta dimulainya negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang menghasilkan "jeda perang tarif".

Namun, respons negara-negara terhadap kebijakan tarif resiprokal AS bervariasi, mulai dari negosiasi bilateral hingga retaliasi tarif. Ia juga menyesalkan peran World Trade Organization (WTO) sebagai forum penyelesaian sengketa dagang antarnegarayang secara de facto tidak berjalan.

"Dinamika proses ini menggambarkan bahwa dunia akan terus dibayangi ketidakpastian akibat persaingan dan perang ekonomi, perang dagang, perang keuangan, dan bahkan perang militer antarnegera," tegasnya.

Secara forward-looking, seluruh dunia mengalami revisi ke bawah atas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 dan 2026. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 hanya berada di level 2,8% (0,5% lebih rendah dari proyeksi sebelumnya) dan 3% untuk 2026 (0,3% lebih rendah).

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |