SAF, Solusi Alternatif Pertamina Kurangi Emisi Karbon

3 days ago 14
SVP Research & Technology Innovation, Oki Muraza, menjelaskan Pertamina sudah mengembangkan minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) sebagai bahan baku SAF.

SinarHarapan.id – PT Pertamina (Persero) sejak beberapa tahun lalu telah mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak nabati.

Pada tahun ini bahkan SAF mengalami peningkatan manfaat, tak hanya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi udara tetapi sekaligus menjawab persoalan sampah rumah tangga dan limbah industri.

SVP Research & Technology Innovation, Oki Muraza, menjelaskan Pertamina sudah mengembangkan minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) sebagai bahan baku SAF.

Sebelumnya, pengembangan SAF oleh Pertamina menggunakan minyak kelapa sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO) atau refined bleached deodorized palm kernel oil (RBDPKO).

Langkah Pertamina dimulai dengan mengumpulkan UCO dari berbagai sumber, termasuk rumah tangga, restoran, dan industri pengolahan makanan.

Teknologi pengolahan SAF menggunakan jalur Hydroprocessed Esters and Fatty Acids (HEFA) memungkinkan konversi minyak jelantah menjadi bahan bakar yang kompatibel dengan infrastruktur penerbangan yang ada.

Komersialisasi SAF

Oki menekankan tahun depan, penggunaan  SAF dari UCO secara komersial.

Targetnya pada kuartal pertama tahun depan, SAF akan digunakan dalam joy-flight pada pesawat Pelita Air yang merupakan maskapai penerbangan milik Pertamina Group.

Oki mencatat, potensi pengumpulan UCO di Indonesia dapat mencapai 1,24 juta kiloliter per tahun.

Namun, tantangan seperti kurangnya kesadaran masyarakat tentang mekanisme pengumpulan dan distribusi lokasi sumber UCO yang tersebar luas masih menjadi hambatan utama.

Untuk menjawab tantangan ini, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga telah memulai program pra-pemasaran di Bali dengan memasok SAF kepada beberapa maskapai penerbangan.

“Pada Bali Air Show, kami membantu pelanggan kami mengurangi emisi hingga 84% menggunakan SAF ini,” kata CEO PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Riva menekankan pentingnya kolaborasi untuk memperluas kapasitas produksi.

Dalam jangka panjang, Pertamina menargetkan pengumpulan UCO meningkat dari 0,3 juta ton pada 2023 menjadi 1,5 juta ton pada 2030, guna mendukung produksi SAF dan bahan bakar rendah karbon lainnya.

Strategi ini melibatkan kolaborasi dengan sektor pemerintah dan swasta untuk memperluas kapasitas pengumpulan dan infrastruktur penyimpanan UCO.

“Keberhasilan SAF tidak hanya bergantung pada teknolog. Tetapi juga pada regulasi yang mendukung, insentif pemerintah, dan kerja sama antara sektor publik dan swasta. Dengan Pertamina One Solution, kami optimis dapat mendorong transisi energi yang berkelanjutan di sektor penerbangan,” tutup Riva.

Regulasi

Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas, Nizhar Marizi, sedang menyusun regulasi untuk mendukung pengembangan SAF di Indonesia.

Karena itu, regulasi perlu untuk menjawab dua tantangan besar. Yakni terkait kuota dan tarif ekspor UCO serta pengembangan manajemen pengumpulan UCO untuk memastikan kualitas dan kualitas UCO.  Yang nanti akan menjadi feedstock bahan bakar.

Sementara itu, Emma Fenton, Senior Director Climate Diplomacy Opportunity Green United Kingdom menilai langkah Pertamina menggunakan UCO merupakan penerapan dari ekonomi sirkular.

Upaya Pertamina merupakan inspiratif dari komitmen mengintegrasikan keberlanjutan dalam sektor penerbangan yang  berkontribusi besar terhadap emisi karbon.

“Yang menonjol adalah pendekatan holistik Indonesia—memanfaatkan jaringan luas kemitraan masyarakat, SPBU, dan kilang. Untuk membangun sistem pengumpulan dan produksi UCO yang kuat,” kata Emma.

Pemimpin Global

Menurut Emma, dengan mengintegrasikan upaya domestik dan standar global dan berkolaborasi dengan mitra internasional, Indonesia menjadi pemimpin potensial dalam produksi SAF dan diplomasi energi regional.

Lebih lanjut, Emma juga menegaskan Indonesia menunjukkan potensi kolaborasi publik-swasta dalam mendorong dampak positif. Ini adalah momen penting bagi komunitas global untuk mendukung inisiatif ini.  Yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi sekaligus aksi nyata terhadap perubahan iklim.

“Saya berharap dapat melihat bagaimana kemitraan ini berkembang. Dan berkontribusi pada tujuan bersama kita untuk mencapai net-zero emissions di sektor penerbangan pada tahun 2050.” tutup Emma.

Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060.

Dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |