SinarHarapan.id – Di balik bukit-bukit yang curam dan jalur-jalur yang berkelok-kelok, Desa Semoyo terhampar dengan pesona alam yang memukau di lereng barat Gunungkidul.
Dikenal sebagai daerah yang dahulu terkesan tandus dan gersang, Semoyo kini menjadi bukti nyata bagaimana kekuatan kebersamaan dan cinta terhadap lingkungan dapat mengubah nasib sebuah desa.
Berbatasan langsung dengan Kecamatan Dlingo di Kabupaten Bantul, desa yang terletak di kaki perbukitan Patuk ini kini berdiri sebagai contoh kejayaan desa dalam mengelola potensi lokalnya dengan cara yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Perubahan besar yang dialami Semoyo dalam sepuluh tahun terakhir bukanlah hal yang kebetulan. Sebelumnya, tanah yang tandus dan cuaca yang panas sering kali membuat kehidupan masyarakat desa terasa sulit.
Namun, keinginan untuk berubah dan memperbaiki keadaan menggelora di dalam hati setiap penduduk Semoyo. Semangat inilah yang kemudian membawa mereka pada sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan.
Desa Sejahtera Astra
Puncak perubahan besar terjadi pada tahun 2022, saat Semoyo bergabung dalam program Desa Sejahtera Astra (DSA), sebuah inisiatif yang digagas oleh Grup Astra untuk memberdayakan desa-desa berpotensi di Indonesia.
Program ini memberikan pendampingan kepada desa-desa di berbagai sektor, mulai dari pariwisata, UMKM, pertanian, hingga budaya.
Semoyo, yang awalnya hanya dikenal sebagai desa dengan lahan yang gersang dan terbatas sumber daya alamnya, mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan yang luar biasa.
Dengan dukungan dari program DSA, Semoyo mulai merancang dan mengembangkan konsep ekowisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya lokal.
Mereka tak hanya mengandalkan kekayaan alam yang ada, tetapi juga menggali kembali kearifan lokal yang telah ada sejak lama.
Bukit-bukit yang dulu tandus kini menjadi taman wisata dengan jalur-jalur pendakian yang menantang, menyajikan pemandangan yang menakjubkan, dan menghadirkan kesegaran udara pegunungan yang sejuk.
Berbagai jenis flora dan fauna yang sebelumnya sulit ditemukan, kini tumbuh subur, menghiasi lereng-lereng bukit yang kini berwarna hijau.
Selain itu, masyarakat Semoyo juga mulai mengembangkan usaha-usaha kecil menengah berbasis produk lokal, seperti kerajinan tangan, makanan khas, serta hasil pertanian organik yang dapat dijadikan produk unggulan untuk menarik minat wisatawan.
Melalui kolaborasi dengan program DSA, pelatihan dan pendampingan yang diberikan memungkinkan para pengusaha kecil ini untuk mengelola usaha mereka dengan lebih profesional dan berdaya saing tinggi.
Namun, perubahan tersebut tidak terjadi dalam semalam. Semua ini adalah hasil dari kerja keras dan tekad untuk merubah nasib. Para pemuda dan pemudi di Semoyo menjadi garda terdepan dalam mengusung konsep ekowisata ini.
Mereka tidak hanya belajar tentang manajemen pariwisata, tetapi juga tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Mereka membangun kesadaran kolektif bahwa keberhasilan pariwisata yang berkelanjutan bergantung pada sejauh mana alam dijaga dan dipelihara.
Tidak ada lagi pembukaan lahan sembarangan atau pengrusakan alam demi keuntungan sesaat. Sebaliknya, mereka memanfaatkan potensi alam secara bijak, menjadikannya sebagai sumber kesejahteraan jangka panjang.
Tak hanya itu, budaya lokal yang kaya akan tradisi mulai digali kembali. Di tengah kecanggihan dunia modern, masyarakat Semoyo tetap berusaha menjaga nilai-nilai budaya yang telah ada sejak nenek moyang mereka.
Seni tari, musik tradisional, serta berbagai upacara adat yang telah turun-temurun dilestarikan dan dipromosikan kepada pengunjung yang datang.
Setiap kunjungan ke Semoyo bukan hanya sekadar menikmati keindahan alam, tetapi juga merupakan perjalanan budaya yang mendalam, yang menghubungkan pengunjung dengan sejarah dan identitas desa ini.
Perubahan besar yang dialami Semoyo tentunya tak lepas dari peran penting kebersamaan yang terjalin di antara masyarakat. Mereka saling bahu-membahu, bekerja sama untuk mewujudkan impian desa yang sejahtera dan mandiri.
Tidak hanya di tingkat pemerintahan desa, tetapi juga antara warga yang saling mendukung, menjadikan Semoyo sebagai contoh hidup tentang kekuatan komunitas yang bersatu.
Kini, Semoyo telah bertransformasi menjadi pusat ekowisata yang tidak hanya menarik minat wisatawan lokal, tetapi juga wisatawan mancanegara.
Desa yang dulu dianggap tidak memiliki potensi kini menjadi bukti bahwa dengan semangat kebersamaan, kerja keras, dan cinta terhadap alam serta budaya, desa yang dulunya tandus bisa tumbuh subur, hijau, dan berdaya saing tinggi. S
emoyo telah menemukan identitas barunya sebagai desa yang berkelanjutan, sejahtera, dan penuh harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Semoyo mengajarkan kita bahwa perubahan itu mungkin, asal ada kemauan untuk beradaptasi, bekerja sama, dan menjaga alam sebagai sumber kehidupan. Semangat inilah yang menjadikan Semoyo bukan hanya sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai simbol dari kekuatan transformasi yang datang dari desa, untuk Indonesia yang lebih maju dan berkelanjutan.
Sereh Wangi Menjadi “Emas Hijau”
Semoyo memiliki banyak komoditas yang kini menjadi sumber kesejahteraan, dan yang paling mencuri perhatian adalah sereh wangi.
Tanaman ini mungkin tampak sederhana bagi banyak orang, namun di Semoyo, sereh wangi kini menjelma menjadi produk bernilai tinggi yang berperan besar dalam meningkatkan perekonomian desa.
Sereh, yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan, diolah oleh warga Semoyo menjadi minyak atsiri yang harum dan menenangkan.
Minyak atsiri ini dihargai antara Rp10.000 hingga Rp15.000 per botol, namun manfaat ekonominya jauh lebih besar dari sekadar harga jual.
Tidak hanya minyak, desa ini juga menghasilkan berbagai produk olahan sereh wangi seperti sabun sereh dan pembersih lantai yang ramah lingkungan.
Produk-produk ini telah menarik banyak konsumen, baik lokal maupun dari kota-kota besar, karena selain aromanya yang menyegarkan, produk ini juga ramah lingkungan.
Namun, cerita mengenai sereh wangi di Semoyo tidak berhenti di sini. Kelompok Tani Bangkit Semoyo, salah satu kelompok tani terkemuka di desa ini, berinovasi lebih jauh.
Mereka menemukan cara memanfaatkan limbah daun sereh pasca penyulingan untuk dijadikan atap sirap yang ramah lingkungan.
Atap ini memiliki aroma wangi alami yang menarik dan dijual sharia Rp15.000 per lembar. Kini, atap sirap daun sereh buatan Semoyo banyak dipesan oleh pemilik kafe dan restoran.
“Awalnya, limbah penyulingan daun sereh menjadi masalah besar bagi kami. Daun-daunnya menumpuk, dan kami bingung mau diapakan,” ungkap Waldiyono, Ketua Kelompok Tani Bangkit Semoyo.
“Tapi setelah pelatihan dari Astra, kami belajar untuk memanfaatkan limbah ini dan malah jadi produk tambahan yang menghasilkan rupiah.”
Tak berhenti di situ, Kelompok Tani Bangkit juga memanfaatkan sisa air penyulingan untuk dijadikan sabun cuci piring, pestisida nabati, dan karbol pembersih lantai.
Pengolahan Limbah Membangkitkan Ekonomi Lokal
Keberhasilan mengelola limbah daun sereh menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di sekitarnya. Proses kreatif ini juga memupuk semangat kebersamaan warga Semoyo yang bersama-sama membangun desa mereka.
Setiap produk yang dihasilkan dari limbah sereh menjadi bukti nyata bahwa kreativitas, jika diberi ruang, mampu membuka peluang ekonomi baru.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pesanan produk atap sirap dan gazebo payung beratap sirap daun sereh datang dari berbagai daerah.
Menurut Waldiyono, pada awalnya masyarakat ragu dengan ide pembuatan atap sirap dari sereh. Namun, berkat semangat gotong-royong dan keinginan untuk belajar dari pengalaman, produk atap sirap ini berhasil diuji coba pada bangunan sekretariat kelompok tani di Semoyo.
“Kami mencoba buat atap sirap untuk gazebo sekretariat kami. Setelah berhasil, banyak yang tertarik dan memesan,” katanya. Kini, gazebo payung lengkap dengan atap sirap daun sereh dijual seharga Rp1,5 juta per set, dan atap ini menjadi salah satu produk unggulan Semoyo yang menarik perhatian.
Tak hanya limbah daun sereh yang diolah; air sisa penyulingan juga diubah menjadi produk lain seperti sabun cuci piring dan pestisida alami.
Inovasi ini bukan hanya mengatasi masalah limbah, tetapi juga membuka peluang bagi warga untuk berwirausaha. Setiap produk yang dihasilkan kini telah dikemas dengan baik dan dijual melalui media sosial, melayani pembelian secara daring.
Kolaborasi dan Pelatihan
Pendampingan dari Astra melalui program DSA bukan hanya dalam bentuk pelatihan teknis, tetapi juga pelatihan manajemen, pengembangan produk, dan pemasaran.
Melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), para pemuda desa mendapatkan pelatihan penjualan online yang memungkinkan mereka untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Dalam kurun waktu dua tahun, hasilnya mulai terasa. Produk-produk unggulan Semoyo seperti minyak sereh, atap sirap, dan sabun sereh kini semakin dikenal, bahkan berhasil menarik perhatian konsumen dari luar daerah.
“Sekarang yang tua-tua fokus di produksi, yang muda-muda menangani pemasaran secara online,” kata Waldiyono. Kolaborasi lintas generasi ini membuktikan bahwa setiap orang di desa memiliki peran penting dalam membangun kemajuan Semoyo.
Para pemuda yang lebih akrab dengan teknologi digital membantu memperluas pasar produk lokal ke tingkat nasional melalui platform digital, sementara yang lebih tua menjaga kualitas produksi.
“Keaslian budaya dan alam ini adalah harta kita. Kami ingin wisatawan yang datang juga merasakan suasana yang masih alami dan khas desa,” ujar kepala desa Semoyo.
Selain itu, ada tradisi Rasulan yang rutin diadakan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Masyarakat setempat pun turut aktif menjaga kebersihan desa dan mengurangi penggunaan plastik demi kelestarian lingkungan.
Ekowisata di Semoyo memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi warga. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, banyak warga yang membuka usaha seperti penginapan homestay, warung makan, dan toko suvenir berbahan kayu lokal.
Pohon-pohon seperti akasia, jati, mahoni, dan sonokeling yang tumbuh di Semoyo tidak hanya berfungsi sebagai pelindung lingkungan tetapi juga sumber ekonomi baru.
Desa Semoyo Menuju Masa Depan
Kisah sukses Desa Semoyo menjadi bukti bahwa desa-desa di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang jika diberi pendampingan yang tepat.
Semoyo telah tumbuh menjadi desa mandiri dengan kekayaan budaya, lingkungan yang terjaga, dan perekonomian yang terus meningkat. Semangat gotong-royong serta inovasi warga Semoyo mengantarkan desa ini menjadi model desa wisata berkelanjutan yang dapat dicontoh oleh desa-desa lain di Indonesia.
Melalui kolaborasi dengan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Semoyo memastikan bahwa keberlanjutan lingkungan menjadi prioritas utama.
Penduduk setempat memiliki kesadaran tinggi untuk menjaga keseimbangan alam, dan setiap keputusan yang diambil selalu mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.
Tidak heran jika Semoyo telah meraih berbagai penghargaan atas dedikasinya dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, salah satunya adalah penghargaan Kalpataru yang diterima pada tahun 2013.
Desa Semoyo kini berdiri teguh sebagai contoh desa yang berhasil memanfaatkan potensi lokalnya tanpa kehilangan akar budayanya. Di tengah derasnya arus modernisasi yang semakin melaju, masyarakat Semoyo tetap menjaga dan merawat tradisi, adat, serta kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Dalam setiap langkah kemajuan yang diambil, mereka selalu memegang teguh prinsip bahwa kemajuan ekonomi dan pelestarian budaya dapat berjalan beriringan, tanpa harus mengorbankan alam yang telah menjadi sumber kehidupan mereka.
Bagi warga Semoyo, kemajuan bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara dunia modern dengan nilai-nilai yang sudah ada sejak lama.
Mereka meyakini bahwa dengan cinta terhadap alam dan rasa hormat terhadap budaya, desa ini bisa terus berkembang, sejahtera, dan lestari untuk generasi yang akan datang. (rht)